Ontologi Adalah Ilmu Yang Mempelajari Tentang
Pendedahan 4.1
A. Landasan-Limbung Filsafat Pendidikan
1. Ontologis
Prolog ontologi berdasarkatan ucapan Yunani, yaitu
Ontos: being dan logos. Logic jadi ontology adalah the theory of being (teori tentang keberadaan seumpama keberadaan). Ataupun bisa juga ilmu yang suka-suka. Secara istilah ontology yaitu ilmu nan membahas hakikat yang ada nan merupakan realita baik berbentuk jasmani atau konkrit alias rohani atau abstrak. Berbunga berbunga bahasa Yunani: on/ontos= ada dan logos= hobatan. Kaprikornus ontology ialah ilmu tentang yang ada. Secara ringkas meributkan realitas ataupun suatu entitas dengan apa adanya.
Istilah ontology pertaman kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius puas tahun 1936 M, bikin menyapa hakikat yang ada berperilaku metafisis. Dalam perkembangannya Christian Wolf (1679-1754) membagi filsafat menjadi dua, yakni metafisika awam dan khusus. Metafisika umum yaitu istilah lain mulai sejak ontology. Dengan demikian, metafisika ataupun ontology adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang prinsip yang minimum sumber akar atau minimum dalam dari barang apa sesuatu yang ada. Sedangkan filsafat khusus masih terbagi menjadi Kosmologi, Psikologi dan Doktrin.
Ontology meributkan mengenai yang ada, nan tidak terikut oleh suatu perwujudan tertentu. N domestik kaitan dengan ilmu, aspek ontologismempertahankan tentang objek yang ditelaah oleh ilmu. Secara ontologid ilmu membatasi spektrum penerimaan keilmuannya sahaja pada area yang berpunya dalam jangkauan pengalaman sosok dan rendah pada hal nan sesuai dengan akal manusia. Ontology membincangkan tentang ada yang global, menampilkan pemikiran semesta universal. Ontology berupaya mengejar inti yang termuat dalam setiap kabar. Dalam rumusan Lorens bagus; ontology adalah hakikat nan ada nan merupakan postulat dasar bagi apa yang dimaksud bagaikan warta dan kebenaran. Ontology menurut Anton Bakker (1992) yaitu ilmu pengetahuan yang paling universal dan minimum menyeluruh. Ontology yakni bidang siasat metafisika yang mempersoalkan hakikat kebenaran segala sesuatu yang terserah. Menurut penyelenggaraan hubungan sistematis berdasarkan hokum sebab-akibat. Yaitu, terserah manusia, ada alam, da nada causa prima dalam suatu interelasi mendunia, terkonsolidasi dan tertib dalam keselarasan. Makara, dari aspek ontology, apa sesuatu yang cak semau ini berada dalam tatanan aliansi estetis yang diliputi dengan warna skor keindahan.
Ontology merupakan riuk satu analisis kefilsafatan yang paling bersejarah dan berasal dari Yunani. Investigasi tersebut membicarakan keberadaan sesuatu yang bertabiat konkrit. Penggagas Yunani yang punya pandangan nan bersifat ontologis dikenal seperi Thales, Dataran tinggi, dan Aristoteles. Pada masanya, kebnyakan makhluk belum memperlainkan antara manifestasi dengan kenyataan. Thales tersohor sebagai pemikir yang pernah setakat puas penali bahwa air merupakan perbendaharaan terdalam nan adalah asal mula segala sesuatu.
Filsafat pendidikan dijabarkan dari filsafat, artinya filsafat pendidikan tak dapat bertentangan dengan filsafat. Secara ontologis, filsafat pendidikan berusaha mengkaji secara tekun hakikat pendidikan dan semua partikel yang berhungan dengan pendidikan.
Menurut Made Pidarta dalam buku .H. Jalaluddin, ontology metafisika pendidikan memasalahkan hal-hal berikut.
1. Apakah pendidikan itu?
2. Apa yang hendak dicapai?
3. Bagaimana prinsip terbaik merealisasikan harapan- harapan pendidikan?
4. Bagaimana sifat pendidikan itu?
5. Bagaimana perbedaan pendidikan teori dengan praktik?
6. Bagaimana hakikat kurikulum nan disajikan?
7. Siapa dan bagaimana para pesuluh didiknya?
8. Bagaimana system pengembangan bakat dan minat anak asuh?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut memnerikan inspirasi terhadap upaya ekspansi pendidikan yang bertujuan mewujudkan manusia yang berbudi sani, membumi, terampil dan mandiri. Manusia yang bertanggung jawab terhadap periode depan kehidupan diri, tanggungan, publik, dan Negara. Akan sekadar, jawaban terhadap semua soal ontologis kebanyakan memerlukan studi, analisis, dan deskripsi, dan penjabaran. Maka itu karena itu, dari ontology filsafat pendidikan dilanjutkan oleh epistimologi filsafat pendidikan.
Pendekatan ontology atau metafisik menekankan puas hakikat keberadaan, n domestik hal ini keikhlasan pendidikan itu koteng. Kehadiran pendidikan enggak rontok dari keberadaan khalayak. Oleh sebab itu, hakikat pendidikan berkenaan dengan hakikat manusia. Internal pendekatan ini, keberadaan pelajar didik dan pendidik tidak terlepas dari makna keberadaan turunan itu koteng. Apakah manusia itu, dan apakah makna keberadaan khalayak itu? Tanya-pertanyaan metafisik tersebut juga merupakan pertanyaan-pertanyaan nan esensial kerumahtanggaan proses pendidikan.
Kedua jenis pendekatan tentang hakikat pendidikan, baik pendekatan ontologis maupun pendekataan metafisik, memiliki legalitas masing-masing. Ilmu keguruan sebagai aji-aji, tentunya mempunyai objek, metodologi, serta analisis mengenai proses pendidikan. Sekalipun demikian, bahan ilmu pendidikan atau subjek didaktik ialah anak manusia sehingga tak terlepas dari pertanyaan mengenai hakikat hamba allah. Memang, ada pakar filsafat yang meredusir hakikat manusia senagai manusia yang berpikir. Sekalipun demikian, pendekatan-pendekatan tersebut bukan menyervis suatu signifikansi yang utuh mengenai bani adam dan adapun hakikat pendidikan.
Pendekatan-pendekatan akan halnya hakikat pendekatan-pendekatan pendidikan sudah lalu melahirkan berbagai ragam jenis teori adapun apakah senyatanya pendidikan itu. Pendidikan bukan hanya suatu kata benda (noun), sekadar adalah suatu proses atau kata kerja (verb).
Pengertian pendidikan adalah satu hasil (noun), dan suatu proses (verb) adalah sangat bermanfaat buat mengerti hakikat pendidikan tersebut.
Tilaar (2008) menjelaskan beraneka rupa pendekatan mengenai hakikat pendidikan dapat digolongkan atas dua kelompok besar, yaitu:
1. Pendekatan reduksionisme
2. Pendekatan holistic integrative
Literatur nan sangat banyak mengenai konsep dan teori pendidikan dewasa ini tentunya tidak mungkin lakukan menelusuri beraneka rupa teori pendidikan nan ada. Begitu pun, kedua penjenisan tersebut bukanlah berkarakter hitam steril, tetapi sekadar menekankan garis besar dari teori-teori tersebut.
Dengan pemahaman tersebut sudah tentu hakikat pendidikanatau ontology pendidikan berjalur berpokok kebutuhan basyar terhadap proses pelatihan kemandirian berpikir, mandiri mencuil keputusan, mandiri dalam bekerja untuk mempertahankan kehidupannya, mandiri dalam mengamankan virginitas dan harga dirinya, dan hamba allah yang mengerti tujuan hidup hari ini, dan nan nanti.
2. Epistimologi Secara etimologi, epistemologi merupakan pembukaan pertautan yang diangkat dari dua kata kerumahtanggaan bahasa Yunani, yaitu episteme dan logos. Episteme bermakna pengetahuan atau legalitas dan logos berfaedah pikiran, kata atau teori. Dengan demikian epistimologi dapat diartikan sebagai butir-butir sistematik mengenahi pengetahuan. Epistimologi dapat lagi diartikan sebagai teori pemberitahuan yang etis (teori of knowledges). Epistimologi yaitu silang filsafat nan menggosipkan adapun asal muasal, perigi, metode, struktur dan kebenaran atau kebenaran pengetahuan. Secara bersejarah, istilah epistemologi digunakan permulaan boleh jadi maka dari itu J.F. Ferrier, untuk membedakan dua cabang makulat, epistemologi dan ontologi. Sebagai sub sistem filsafat, epistemologi ternyata menggudangkan “misteri” pemaknaan atau konotasi nan tidak mudah dipahami. Signifikansi epistemologi ini sepan menjadi perhatian para juru, tetapi mereka memiliki sudut pandang yang berlainan ketika mengungkapkannya, sehingga didapatkan pengertian nan berbeda-beda, buka saja pada redaksinya, melainkan juga pada kekayaan persoalannya.
Istilah epistimologi dipakai pertama kelihatannya oleh J. F. Feriere bakal membedakannya dengan cabang makulat lain yaitu ontologi (metafisika umum). Filsafat pengetahuan (Epistimologi) merupakan keseleo suatu cabang filsafat nan mempersoalkan masalah hakikat pengetahuan. Epistomogi ialah adegan dari filsafat nan meributkan tentang terjadinya pengetahuan, sendang pemberitaan asal mula pengetahuan, takat – tenggat, aturan adat dan kesahihan pengetahuan. Objeck material epistimologi adalah proklamasi . Objek formal epistemologi adalah hakekat pengetahuan. Aspek estimologi merupakan aspek yang membahas tentang pengetahuan filsafat. Aspek ini membahas bagaimana mandu kita mencari pesiaran dan sebagai halnya segala apa pengetahuan tersebut. Intern aspek epistemologi ini terdapat beberapa ilmu mantik, yaitu: analogi, silogisme, premis mayor, dan premis minor. Privat epistimologi dikenal dengan 2 diseminasi, yaitu:
1. Rasionalisme: Pentingnya akal yang menentukan hasil/keputusan.
2. Empirisme: Realita keabsahan terdapat pada benda kongrit yang dapat diindra karena aji-aji atau pengalam impiris.
Gabungan epistemologi dengan pendidikan ialah untuk mengembangkan hobatan secara gemuk dan berkewajiban serta memberikan suatu cerminan-gambaran umum mengenai keabsahan yang diajarkan internal proses pendidikan. Kekayaan persoalan menjadi noktah kancing privat upaya memahami pengertian satu konsep, kendatipun ciri-ciri nan terpaku padanya juga tidak boleh diabaikan. Lazimnya, pembahasan konsep apa sekali lagi, buruk perut diawali dengan memasyarakatkan denotasi (definisi) secara teknis, kebaikan mengungkap aset persoalan nan terkandung kerumahtanggaan konsep tersebut. Hal iini berfungsi mempermudah dan memperjelas pembahasan konsep seterusnya. Misalnya, seseorang tidak akan mampu menjelaskan permasalahan-persoalan membiasakan secara mendetail jika kamu belum bisa memahami substansi membiasakan itu koteng. Setelah mengerti mal sparing tersebut, ia plonco dapat menjelaskan proses sparing, tendensi sparing, teori belajar, mandu-cara sparing, hambatan-hambatan belajar, cara mengetasi kendala belajar dan sebagainya. Jadi, kognisi terhadap gana suatu konsep merupakan “perkembangan pembuka” bagi pembahasan-pembahsan seterusnya yang sedang dibahas dan substansi konsep itu biasanya terkandung privat definisi (pengertian).
Demikian pula, konotasi epistemologi diharapkan memberikan kepastian pemahaman terhadap substansinya, sehingga memperlancar pembahasan seluk-beluk nan terkait dengan epistemologi itu. Ada beberapa signifikansi epistemologi yang diungkapkan para tukang nan dapat dijadikan pijakan untuk memahami apa sebenarnya epistemologi itu. Signifikasi bukan, menyatakan bahwa epistemologi adalah pembahasan mengenai bagaimana kita mendapatkan takrif: apakah sumber-sumber kenyataan? apakah hakikat, spektrum dan ruang lingkup pengetahuan? Sebatas tahap mana warta yang kali buat ditangkap manuasia (William S.Sahakian dan Mabel Lewis Sahakian, 1965, intern Jujun S.Suriasumantri, 2005). Menurut Musa Asy’arie, epistemologi adalah cabang filsafat yang membicarakan mengenai hakikat hobatan, dan ilmu seumpama proses yakni usaha yang sistematik dan metodik untuk menemukan mandu kebenaran yang terdapat plong suatu obyek kajian ilmu. Padahal, P.Hardono Hadi menyatakan, bahwa epistemologi ialah cabang filsafat yang mempelajari dan menyedang menentukan ganjaran dan skope warta, pengandaian-pengendaian dan dasarnya, serta pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Sedangkan D.W Hamlyn mendefinisikan epistemologi sebagai cabang makulat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, dasar dan pengendaian-pengendaiannya serta secara umum hal itu bisa diandalkannya sebagai penegasan bahwa individu mempunyai pengetahuan. Inti kesadaran dari kedua denotasi tersebut hampir sama. Sedangkan hal yang pas membedakan ialah bahwa pengertian yang mula-mula menyinggung persoalan ganjaran pengetahuan, sedangkan denotasi kedua tentang hakikat keterangan. Kodrat publikasi berlainan dengan hakikat publikasi. Garis hidup berkaitan dengan sifat yang kalis berbunga pengetahuan, medium hakikat pengetahuan berkaitan dengan ciri-ciri pengetahuan, sehingga menghasilkan pengertian yang sepantasnya. Pembahasan hakikat pengetahuan ini hasilnya melahirkan dua aliran nan saling inkompatibel, merupakan realisme dan idealisme. Selanjutnya, pengertian epistemologi yang lebih jelas daripada kedua pengertian tersebut, diungkapkan maka itu Dagobert D.Runes. Anda menyatakan, bahwa epistemologi adalah cabang metafisika yang membahas sumber, struktur, metode-metode dan keabsahan keterangan. Provisional itu, Azyumardi Azra menambahkan, bahwa epistemologi umpama “ilmu yang menggunjingkan mengenai keasliam, signifikasi, struktur, metode dan validitas ilmu deklarasi”. Supaya ada sedikit perbedaan berpokok kedua signifikansi tersebut, tetapi kedua signifikansi ini sedikit perbedaan pecah kedua pengertian tersebut, cuma kedua signifikansi ini mutakadim menyajikan pemaparan yang nisbi lebih mudah dipahami. Epistimologi mempersoalkan kebenaran pemberitaan. Pengumuman yang benar adalah pengetahuan yang telah memenuhi unsur-unsur epistimologi yang dinyatakan secara berstruktur dan logis. Dalam spistimologi secara terperinci diperbincangkan mengenai dasar, takat, dan bulan-bulanan pengetahuan. Menurut Sutarjo. A. Wiramihardja, epistimologi dengan metafisika ilmu itu farik. Epistimologi mempersoalkan kebenaran pengetahuan, padahal filsafat ilmu secara individual memperbincangkan mantra ataupun keilmuan pengetahuan. Kerumahtanggaan epistimologi, dibicarakan mengenai sumber pengetahuan dan sistematikannya. Selain itu, dibicarakan yang secara akurat pula digunakan untuk keburukan-kelainan yang berkepentingan dengan maksud menemukan kesahihan isi sebuah pernyataan. Isi pernyataan adalah sesuatu yang mau diketahui. Makanya karena itu, epistimologi relevan dengan guna-guna pengetahuan nan disebut sekali lagi dengan filsafat mantra. Berkaitan dengan pemikiran di atas menurut Sutarjo. A. Wiramihardja (2006:33) terwalak empat varietas kebenaran yang secara masyarakat sudah lalu dikenal oleh orang banyak, yaitu umpama berikut.
1. Validitas religius, yaitu kebenaran yang menunaikan janji barometer atau dibangun berdasarkan kaidah-prinsip agama maupun keyakinan tertentu, yang disebut juga dengan diktatorial atau kesahihan mutlak yang bukan terbantahkan.
2. Kesahihan filosofis, yaitu kebenaran hasil perenungan dan pemikiran kontemplatif terhadap hakikat sesuatu, meskipun pemikiran intelektual tersebut bersifat subjektif dan relative, tetapi kontemplatif
3. Kesahihan estetis, yaitu kebenaran yang berdasarkan penilaian mulia atau buruk, serta cita-cita rasa esetetis. Artinya, kegagahan nan berdasarkan kehangatan n domestik pengertian luas nan menimbulkan rasa senang, antap, dan nyaman
4. Kebenaran ilmiah, yaitu kebenaran yang ditandai oleh terpenuhnya syarat-syarat ilmiah, terutama menyangkut adanyateori yang menunjang dan sesuai dengan bukti.
Kebenenaran ilmiah ditunjang ditunjang oleh nisbah dan kebenaran makul berlandaskan teori yang menunjangnya kebenaran ilmiah divilidasi oleh bukti empiris, yaitu hasil pengukuran adil tanah lapang. Validitas keterangan boleh lagi dibagi menjadi dua macam, yakni legalitas mutlak atau absolut dan kebenaran relative atau nisbi. Kebenaran mutlak ialah kebenaran nan lain berubah-ubah dan tidak bisa dipengaruhi oleh yang lain. Artnya, kebenaran yang sudah ada pada hakikat dirinya seorang, misalnya kebenaran adanya Halikuljabbar. Adapun legalitas relative maupun nisbi ialah validitas nan berubah-ubah, tidak tetap, dan dapat dipengaruhi oleh hal lain diluar hakikat dirinya. Misalnya, fungsi indra penglihatan, dalam melihat sesuatu. Dengan penjelasan diatas dapat dipahami bahwa objek penekanan ilmu pemberitaan saja berbatas pada sesuatu yang dapat diselidiki secara ilmiah. Jika tidak bisa diselidiki lagi, ilmu pengetahuan akan berhenti sampai disitu. Berbeda dengan penyelidikan filsafat, filsafat akan terus bekerja sampai komplikasi nan dikajiannya ditemukan hingga ke akar tunggang-akarnya. Lebih-lebih, filsafat baru menampakan hasil kerjanya manakala aji-aji pengetahuan sudah berhenti penyelidikannya, yaitu ketika ilmu tidak mewah membagi jawaban atas masalah. Oleh karena itu, ciri khas makulat tidak mempunyai mantra pengetahuan seperti mana sebaliknnya bahwa aji-aji pengetahuan mempunyai khas yang tidak dimiliki oleh filsafat(. Sutarjo. A. Wiramihardja) Intern epistimologi nan paling setuju perlu didiskusikan adalah informasi, hal ini akan berkaitan dengan jenis laporan dan bagaimana memperoleh pengetahuan tersebut. Uyoh Sadulloh (2015:32-36) a. Variasi-jenis pengetahuan Manusia berusaha mengejar butir-butir dan kebenaran yang dapat diperolehnya dengan melalui beberapa sumber. 1. Informasi wahyu (revealed knowledge) Khalayak memperoleh pengetahuan dan kebenaran atas pangkal wahyu nan diberikan Tuhan kepada manusia. Tuhan sudah lalu menjatah embaran dan validitas kepada hamba allah pilihannya, yang dapat dijadikan petunjuk bagi manusia kerumahtanggaan kehidupannya. Wahyu yaitu firman Tuhan. Kebenaran adalah mtlak dan abadi. Pengetahuan wahi bersifat eksternal, artinya pengetahuan tersebut semenjak dari luar manusia. 2. Pengetahuan intuitif (intuitive knowledge) Permakluman intuitif diperoleh manusia berbunga dalam dirinya sendiri, bilamana ia menghayati sesuatu. Pengetahuan intuitif muncul secara tiba-tiba dalam kognisi khalayak. Mengenai proses kerjannya. Khalayak itu sendiri tidak menyadarinya. Pengetahuan ini sebagai hasil penghayatan pribadi, sehingga hasil ekspresi dari keunikan dan individualis seseorang, sehingga validitas makrifat ini bertabiat pribadi. Permakluman instingtif disusun dan diterima dengan kekuatan visi iaginatif intern pengetahuan pribadi seseorang. Validitas yang muncul tampak dalam karya seni merupakan susuk pengetahuan intuitif, sebagai halnya karya penuls besar Shakespeare, Mohammad Igbal, Al Gazali, dan yang lainnya, yang berbicara adapun kesahihan rasa hati manusia, merupakan hasil kerja hati kecil. Menurut suku bangsa intisionis, dengan intuisi kita akan mengetahui dan menyadari diri kita koteng, mengarifi khuluk perasaan dan motif khalayak tidak, kita mnegetahui dan mengetahui hakikat yang sebenarnnya tentang waktu dan gerak, dan aspek-aspek fundamental di alam jagat raya ini. 3. Pengetahuan rasional (membumi Knowledge) Pengumuman sensibel merupakan pengetahuan yang diperoleh dengan pelajaran rasio/akal amung, tidak disertai dengan observasi terhadap peristiwa-peristiwa factual. Prinsip logika halal dan matematika mrni merupakan paradigma takrif konsekuen, dimana kebenarannya dapat ditunjukan dengan pemikiran yang mujarad prinsip pengetahuan makul bisa diterapkan lega pengalaman indera, semata-mata tidak disimpulkan terbit pengalaman maya. Rasionalisme adalah aliran intern filsafat yang mengutamakan proporsi bikin memperoleh pengetahuan dan kebenenaran. Rasionalisme bertukar pandang bahwa akal bulus merupaka factor fundamental dalam pengetahuan. Akal manusia memiliki kemampuan untuk mengetahui kebenaran alam sepenuh,yang tidak mungkin boleh diketahui melalui observasi. Menurut rasionalisme, pengalaman tidak siapa bisa menguji legalitas syariat ‘’sebab-akibat’’, karena peristiwa yang tidak terhingga dalam kejadian alam ini tidak mungkin dapat di observasi. Rasionalisme memberikan kritik terhadap empirisme, bahwa: a. Metode empiris tak memberikan kepastian, namun belaka semapai puas probabilitas nan tinggi b. Metode empiris, baik sains maupun dalam kehidupan sehari-perian biasanya berperilaku sebagian-sebagian (peac meal) Menurut syahadat kaum rasionalis, mereka mengejar kepastian dan kesempurnaan nan sistematis. Penelitian mereka dalam matematika, khususnya geometri, menyedang tak mempercayainnya asam garam, melainkan hanya berdasarkan plong suatu penalaran. 4. Siaran empiris (empirical knowledge) Pengetahuan empiris diperoleh atas bukti penginderaan, dengan pandangan, rungu, dan sentuhan indera-indera lainnya, sehingga lita memiliki konsep dunia disekitar kita. Paradigm pengetahuan empiris adalah sains, dimana presumsi-hipotesis sains di uji dengan observasi atau eksperimen. Aliran nan menjadikan empiri (camar duka) sebagai mata air informasi disebut empirisme. Epirisme merupakan aliran dalam filsafat yang membicarakan proklamasi. Empirisme menyahajakan bahwa amanat bisa diperoleh melewati pengalaman, dengan perkembangan observasi, maupun penginderaan. Pengalaman merupakan factor fundamental dalam pengetahuan , sehingga merupakan sumber berbunga pengetahun manusia. Apa yang kita ketahui berasal dari segala apayang kita dapatkan melintasi alat indera. Pengalaman yaitu proses interaksi antara khalayak dengan lingkungannya. Camar duka tidak cuma sekedar dunia fakta, melainkan teragendakan kembali dunia pendalaman, dimana dalam denotasi ini terdaftar marcapada sains. Camar duka bukanlah sesuatu yang inkompatibel denan akal, melainkan melibatkan akal bulus ibarat bagian integral dari pengalaman. Dalam sains beradab, para ahli sains menaruh perhatian pada control observasi dan esperimen, tidak sekadar pada kecaburan indera secara umum dari pengalaman-camar duka. 5. Informasi otoritas (authoritative knowledge)
Kita menerima satu pengumuman itu benar tak karena telah mengeceknya diluar berpokok kita, melainkan telah dijamin maka itu kekuasaan (satu sumur yang berpengaruh, memiliki wewenang, berhak) di lapangan. Kita menerima pendapat orang lain, karena ia merupakan sendiri tukang dalam bidangnya. Misalnya kita menerima petuah agama dari seorang kiai, karena beliau yaitu orang yang sangat ahli dan tanggulang sumber ajaran agama selam, tanpa harus kita mengecek dari sumber aslinya (Quran dan Sunnah). Kta gegares menutamakan pandangan kita dengan menutip berpangkal ensiklopedia alias hasil karya tulis para pakar yang terkenal. Lega zaman kerajaan, sabda ratu merupakan petuah nan dianggap benar, tidak pelecok, karena raja yakni basyar yang paling berkuasa. b. Teori informasi Ada bilang teori yang dapat dijadikan teladan bakal menentukan apakah pengetahuan itu moralistis atau salah, yaitu: 1) teori perantaraan; 2) teori koherensi; 3) teori pragmatism. 1. Teori perantaraan (correspondence theory) Menurut teori korespondensi, kesanggupan merupakan persesuaian antara pernyataan dalam ingatan dengan situasi lingkungannya. Teori ini paling luas diakui maka dari itu realis. Saya berpendapat bahwa pulau jawa merupakan pulau terpadat pendudukannya di Indonesia. Pendapat saya itu bermartabat bukan karena bersesuaian dengan pendapat individu lain sebelumnya, atau karena diterima maka itu banyak orang , melainkan karena bersesuaian dengan kenyataan yang sebenarnya. Ini ialah ciri dari ilmuan yang selalu mengecek atau menontrol pikiran-pikirannya dengan data-data atau penemuan-penemuan. 2. Teori koherensi (coherence theory) Menurut teori koherensi, legalitas bukan persesuaian antara pikiran dengan laporan, melaikan kesesuaian secara harmonis antara pendapat/ pikiran kita dengan pengetahuan kita yang mutakadim dimiliki. Teori ini pada umumnya diakui oleh golongan utopian. Pengertian persesuaian dalam teori ini berharga terdapat kepadatan (ketetapan, sehingga teori ini disebut lagi teori konsistensi) yang ialah ciri sensibel hubungan antara pikiran-pikiran (ide-ide) yang telah kita miliki satu dengan yang lain. Takdirnya kita mengamini pengetahuan baru, karena kenyataan tersebut sesuai dengan perbuatan yang kita miliki,atau apabila kita melepaskan pendapat lama, kerena pendapat baru tersebut lebih bertautan secara harmonis dengan keseluruhan pengalaman dan pengetahuan kita. Bentuk yang paling sederhana bersumber teori koherensi adalah menurut adanya kepadatan sah intern system. Misalnya semenjak rumus- rumus dalam matematika orang dapat membangun suatu system dalam ilmu ukur. System ini dapat diakui sebagai satu system yang benar, sekiranya yang menjadi dasar kebenaran kerumahtanggaan system adalah adanya konsistensi dengan hokum-hukum nanang absah tertentu. Golongan idealis untuk memperluas system kepadatan ini dengan memasukan semua pengalaman yang berkarakter setia dalam dirinya. Plato, Hegel, Brandley, dan Royce, memperluas cara-kaidah konsistensi ini dengan memasukan system alam semesta raya, sehingga setiap perasaan yang benar dan setiap bagian – penggalan system kebenaran berkaitan dengan pesiaran secara keseluruhan n domestik jagat raya dan memperoleh makna/arti dalam keseluruhan tersebut. Berlandaskan prinsip-prinsip ini, validitas merupakan system dalil-dalil nan kosisten secara timbang putar dan setiap dalil memperoleh kebenarannya kerumahtanggaan keseluruhan system. Bilang kritik diberikan pada teori nin, diantaranya: pertama, kita tidak dapat membangun system keterpaduanyang keseleo. Teori ini tidak dapat membedakan antara kebenaran yang konsisten dengan kekeliruan yang taat. Para pencerca menunjukan bahwa banyak system pada masa lampau secara rasional konsisten, saja secara fakta ternyata kemudian pelecok. Contohnnya, perlawanan antara system geometris dengan system heliosentris telah menimbulkan mangsa ilmuan lautan yaitu Galileo. Kedua, teori ini bersifat rasionalis dan intelegtualis, dan doang menegaskan jalinan-hubungan rasional antara dalil-dalil. Misal akibatnya, teori ini gagal melengkapi konfirmasi / pengujian yang layak terhadap pikiran dan pengalaman sehari-periode. Teori hayna cocok buat ilmu hitung murni. Teori ini tak semupakat kerjakan menguji kebenaran bersendikan fakta. 3. Teori pragmatisme (pragmatism Theory) Menurut teori pragmatisme, kebenaran tidak dapat bersesuaian dengan kenyataan, sebab kita namun bisa mencerna dari pengalaman kta namun. Di bukan phak menurut pragmatisme, teori koherensi adalah konvensional dan rasioanal. Pragmatism berpendirian bahwa mereka lain mencerna apapun (agnostic) tentang wujud, esensi, intelektualitas, rasionalitas. Maka itu karena itu, pragmatism merupkan pemuja epirisme yang fanatic untuk mengasihkan interprestasi terhadap pengalaman. Menurut pragmatisme, tak suka-suka kebenaran yang mutlak dan langgeng. Kesahihan ini dibuat dalam proses pembiasaan manusia. Menurut pragmatisme, legalitas suatu pernyataan di ukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut berwatak fungsional kerumahtanggaan kehidupan praktis atau bukan. Artinya, pernyataan itu dikatakan benar kalau memiliki kegunaan praktis dalam nyawa khalayak. Suatu teori, pendapat atau hipotesis dikatakan benar apabila menghasilkan urut-urutan keluar dalam praktik, maupun membuahkan hasil-hasil nan memuaskan. Menurut para suporter pragmatisme, kesahihan suatu peryataan tersebut berkarakter fungsional internal hidup praktis alias tidak. Artinya pernyataan itu dikatakan bersusila kalau punya kegunaan praktis dalam nyawa sosok. Suatu teori, pendapat, atau dugaan dikatakan bermoral apabila menghasilkan jalan keluar dalam praktik, atau membuahkan hasil-hasil yang memuaskan. Para partisan pragmatism memusat menerimakan tekanan plong tiga pendekatan, yakni: a. Bahwa sesuatu itu dikatakan benar apabila memuaskan alias memenuhi keinginan-keinginan alias tujuan-tujaun anak adam. Asisten akan kebenaran lain hanya memberikan kepuasan buat seluruh kebiasaan dasar individu, melainkan juga menerimakan kepuasan selama jangka hari tertentu. b. Bahwa sesuatu itu dikatakan apabila dapat dikaji kebenarannya secara eksperimen. Pengujian kebenaran ini sepadan dengan umur dan praktik sains maju, baik privat laboraturium maupun n domestik kehidupan sehari-hari. Seperti itu satu kebenaran atau ketikdakbenaran muncul, maka kita hendaknya mencoba dan mengadakan pembuktiannya. c. Bahwa sesuatu itu benar apabila kondusif dalam pertentangan hidup bagi insan. Instrumentalisme Dewey menekankan fungsi kerjakan semangat bermula ajaran serta ide-ide Lakukan berburu validitas kaum utilitarian berganti puas metode sains (ilmiah). Sebab metode ini dianggapnya, berfungsi dan berguna dalam menyangkal gejala-gejala pan-ji-panji. Kriteria pragmatism banyak digunakan oleh ilmuan bikin menentukan kebenaran ilmiah intern jangka waktu tertentu, karena sama dengan nan mutakadim dikemukakan di atas, bikin pragmatism tidak ada kebenaran mutlak dan lestari. Iyoh Sadulloh (2015:30-36) 3. Aksiologi Aksiologi adalah istilah yang berasal berpokok kata Yunani yaitu: axiosyang berarti nilai. Padahal logos bermakna teori/ guna-guna. Aksiologi adalah cabang makulat ilmu nan mempertanyakan bagaimana cucu adam menggunakan ilmunya. Aksiologi dipahami seumpama teori biji. Jujun S.suriasumantri mengartikan aksiologi andai teori nilai nan berkaitan dengan kegunaan bermula pengetahuan yang diperoleh. Menurut John Sinclair, dalam lingkup analisis filsafat nilali merujuk pada pemikiran maupun satu sistem seperti politik, sosial dan agama. Sedangkan biji itu seorang adalah sesuatu nan berharga yang diidamkan oleh setiap insan. N domestik encyclopedia of philosophy dijelaskan bahwa aksiologi disamakan dengan value dan valuation. Ada tiga kerangka value dan valuation yaitu: a. Nilai ibarat kata benda teoretis. Dalam pengertian sempit, berupa sesuatu yang baik, menghela, dan bagus. Adapun dalam pengertian luas, berupa: muatan, kebenaran, dan kesucian. N domestik gancu ini terkait dengan teori nilai atau aksiologi. Aksiologi merupakan bagian dari etika. Lewis menyebutkan sebagai alat untuk hingga ke maksud. Ibarat instrument untuk menjadi baik ataupun sesuatu menjadi menjajarkan, sebagai ponten inheren, atau kurnia seperti estetika dari sebuah karya seni, andai nilai intrinsic ataupun menjadi baik dalam dirinya seorang, bak angka contributor atau poin yang merupakan asam garam yang memberikan kontribusi; b. Kredit sebagai substantif konkret, contohnya momen kita berkata sebuah nilai atau nilai-nilai, kamu sering kali dipakai lakukan merujuk kepada sesuatu yang bernilai, sebagaimana nilainnya, angka dia, dan system skor. Kemudian dipakai bagi apa-apa yang enggak dianggap baik atau bernilai. c. Ponten lagi digunakan bagaikan kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi kredit, dan di nilai. Menilai sama dengan evaluasi yang digunakan bagi membiji ragam. Dewey membebaskan dua keadaan adapun menilai, ia bisa berarti menghargai dan mengevaluasi (Paul Edwards, (ed.) privat Amsal Bakhtiar, 2004).
Menurut Notonegoro, ponten dibedakan menjadi tiga tipe, adalah angka material, skor vital, dan kredit kejiwaan. a) Nilai material adalah apa sesuatu yangberguna buat umur awak khalayak ataukebutuhan ragawi manusia. b) Nilai vital adalah segala sesuatu yang berguna bagi manusia lakukan dapat mengadakan kegiatanatau aktivitas. c) Nilai kerohanian merupakan segala sesuatu yangberguna bakal rohani anak adam.Nilai kerohanian membentangi 1) nilai legalitas nan berpokok pada akal(nisbah, budi, cipta) anak adam; 2) nilai keayuan alias nilai estetis yangbersumber pada zarah ingatan manusia; 3) ponten kebaikan maupun skor tata krama yangbersumber pada elemen kehendak (karsa)manusia; 4) poin religius (agama) yang merupakan nilaikerohanian tertinggi dan mutlak yangbersumber pada pembantu atau keyakinanmanusia. (https://shelviadevi19.blogspot.co.id/2014/10/keberagaman-macam-ponten-menurut-prof.html) Aksiologi yang dipahami sebagai teori kredit intern perkembangannya babaran sebuah polemic adapun independensi keterangan terhadap nilai atau yang boleh disebut sebagai netralitas kabar (value free). Sebaliknya, ada jenis pengetahuan yang didasarkan puas afinitas nilai atau nan kian dikenal dengan value bound. Kini mana yang kian unggul antara netralitas makrifat dan pengetahuan nan didasarkan plong keterrikatan biji. Bakal ilmuan pengikut paham terikat nilai, perkembangan akan terjadi sebaliknya karena dibatasinya objek penelitian, pendirian, dan penggunaan oleh nilai. Terkait dengan pendekatan aksiologi intern filsafat hobatan ataupun dalam ilmu, maka muncullah dua penilaian yang sering digunakan yaitu etika dan estetika. Etika dalam silang filsafat nan membincangkan secara reseptif dan bersistem masalah-masalah moral. Etika yaitu salah satu cabang filsafat tertua. Sekurang-kurangnya ia sudah menjadi pembahasan menghirup sejak masa Socrates. Di situ dipersoalkan mengenai masalah keistimewaan, keutamaan dan keadilan (http:mswibowo.blogspot.com/2009/01/aksiologi-angka-dan-etika.htm).
MODUL FILSAFAT/ 99
Akan halnya hakikat niali, banyak teori yang dikemukakannya, diantaranya teori voluntarisme. Teori voluntarisme mengatakan nilai adalah ialah suatu pemuasan terhadap keinginan kemauan. Kaum hedonism menyatakan, bahwa hakikat biji adalah ‘pleasure’ atau ke senangan. Menurut formalism skor ialah kerinduan yang bijaksana nan didasarkan sreg akar makul. Keberagaman kredit dapat dibedakan antara nilai intrinsic dan nilai instrumental. Ponten intrinsic merupakan nilai penghabisan yang menjadi tujuan, sedangkan poin instrumental yakni perumpamaan alat kerjakan mencapai nilai intrinsic. Skor instrintik yakni sesuatu yang memiliki harkat atau harga dalam dirinya, dan merupakan tujuan sendiri. Sebagai teoretis, nilai keindahan yang dipancarakan makanya suatu lukisan ialah biji intrinsic. Dimana lagi dan bilamana pun lukisan berada akan selalu luhur. Salat panca musim yang dilakukan oleh setiap orang islam memiliki poin intrinsic dan bersama-sama memiliki nilai instrumental. Ponten intrinstiknya bahwa salat yaitu suatu pengabdian kepada Allah yang menjadi Rabb seluruh alam jagat raya. Nilai intrumentalnya yaitu bahwa dengan melakukan salat yang ikhlas misal pengabdian kepada Sang pencipta, orang nan melaksanakan salat tersebut bisa mencegah ulah sadis dan perbuatan nan dilarang oleh Allah, yang paling gilirannya hamba allah akan mendapatkan kebahagian hidup didunia dan darul baka, nan merupakan nilai penghabisan dari atma manusia. Menurut objektivisme, nilai itu berdiri sendiri, belaka bergantung dan berhubungan dengan pengalaman manusia yang satu dengan nan lainnya. Menurut objektivisme logis, nilai itu suatu wuju, suatu hayat yang logis tak terkait pada semangat yang dikenalnya, namun tidak punya status dan gerak didalam kenyataan. Menurut objektivisme metafisik nilai adalah suatu yang kamil, netral, dan merupakan bagian aktif dari realitas metafisik. a. Karakteristik Nilai Ada beberapa karakteristik yang berkaitan dengan teori nilai, yaitu: 1. Poin objektif atau subjektif Kredit itu netral jika ia tidak tersampir lega subjektif atau kesadaran yang menilai; sebaliknya nilai itu “subjektif” sekiranya eksistensinya, maknannya, dan validitasnya
MODUL FILSAFAT/ 100
tergantung puas reaksi subjek nan mengamalkan penilaian, sonder mempertimbangkan apakah ini bersifat psikis ataupun jasad. Suatu nilai dikatakan subjektif apabila nilai ersebut punya kebenarannya tanpa mencerca pemilihan dan penilaian manusia.Kredit-kredit baik,benar, cakap, merupakan realitas alam, nan adalah begian dari aturan-sifat yang dimiliki oleh benda atau tindakan tersebut. Benda-benda tersebut secara bebas bagus, tindakan tertentu secara inheren adalah baik. Satu benda adalah indah, karena memang keindahan produk tersebut dimilikinya. Mantra pengetahuan memiliki kredit objektif, karena sonder dinilai oleh manusiapun, Aji-aji pengetahuan secara inheren adalah baik, siapapun akan mengakui bahwa Ilmu proklamasi merupakan berharga. Poin itu subjektif apabila nilai tersebut memiliki preferensi pribadi, dikatakan baik karena dinilai oleh seseorang, apapun baik atau berharga bukan karena kerumahtanggaan dirinya, melainkan karena orang telah menilainya. Ilmu pengetahuan bermanfaat andai hasil penilaian manusia, atau karena manusia menilainya berfaedah. 2. Angka absolute alias Peubah Suatu nilai dikatakan absolute maupun abadi, apabila skor yang berlaku sekarang mutakadim berperan sejak masa lampau dan akan berlaku . Misalnya kredit kasih sayang dan keikhlasan hati adalah untuk semua individu dimanapun dan kapanpun manusia nyawa. Allah maha pengampun, maha pemberi nafkah, adalah nilai absolute yang dimiliki-Nya. Karena siapapun, apakah ia muslim atau bukan mukmin, dimanapun mewah manusia akan menerimanya,. sama halnya dengan mantra pengetahuan, guna-guna pengetahuan sudah ada sejak masa lalu dan apabila suatu mantra sudah terlatih maka aji-aji tersebut hingga kapanpun tidak akan pernah hilang misalnya aji-aji matematika mulai bermula awal terjaga sampai kini hobatan tersebut tetap digunakan oleh siapapun. Kaprikornus dapat ditarik inferensi didalam aksiologi ilmu pemberitahuan yaitu teori nilai yang membahas atau menilai suatu ilmu publikasi menurut penilaian-penilaian nan sudah lalu dijelaskan diatas. b. Pangkat (panjang) Nilai Terdapat beberapa penglihatan yang berkaitan dengan hierarki poin, ialah:
Pertama, kaum utopian saling pandang secara pasti terhadap tahapan biji, dimana poin spiritual lebih tinggi daripada skor non spiritual (nilai material). Mereka menurunkan nilai religi lega tingkat yang jenjang, karena nilai religi mendukung privat menemukan tujuan akhir hidupnya, dan merupakan ahadiat dengan angka spiritual. Kedua, kaum realis juga berpandangan behwa terdapat tingkatan nilai, dimana mereka menepatkan nilai mantiki dan empiris plong tingkatan luas, sebab membantu makhluk menemukan realitas netral, hokum-hukum alam, dan adat-aturan berlogika. Ketiga, kaum pragmatis menjorokkan pangkat poin secara pasti. Menurut mereka, satu aktivitas dikatakan baik seperti yang lainnya, apabila memuaskan kebutuhan yang bermakna, dan n kepunyaan nilaiintrumental. Mereka sangat sensitive terhadap kredit-nilai yang menghargai masyarakat, tetapi mereka berjkeyakinan akan pentingnya pengujian nilai secara empiris semenjak plong merenungkannya secara rasional. Angka-angka partikuler (khusus) hanyalah merupakan alat (instrument) bikin sampai ke nilai yang lebih baik. c. Variasi-jenis Angka Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Hobatan tidak bebas nilai. Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang mantra harus disesuaikan dengan poin-angka budaya dan moral satu masyarakat, sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan maka itu mahajana internal usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malah menimbulkan bencana. Kerumahtanggaan aksiologi terserah dua penilaian yang masyarakat digunakan yaitu: 1. Etika Etika adalah cabang metafisika yang membahas secara paham dan sistematis masalah-ki kesulitan adab. Kajian etika lebih fokus pada perilaku, norma dan tradisi sosok. Etika merupakan salah suatu cabang filsafat tertua. Tujuan berasal etika merupakan agar manusia mengetahui dan mampu memercayakan apa yang dia bakal. Istilah etika berasal berpokok kata ethos (Yunani) yang berharga adat kebiasaan. Intern istilah lain etika disebut dengan kesopansantunan (Yunani) yang berarti aturan. Walaupun antara etika dan moral terdapat perbedaan, tetapi para ahli tak membedakannya dengan tegas, malah secara praktis cenderung untuk memberi arti yang sama. Menurut Salam (2000: 6) mengemukakan bahwa etika itu mempelajari tentang transendental tingkah laku cucu adam yang dinilai baik dan buruk. Menurut Sudarsono (2001:188) etika yakni ilmu yang membahas widita dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami manusia. Angka-kredit mulia dalam etika yang bersifat universal antar tidak keterusterangan, manfaat, kebenaran, rasa sipu, kesucian diri, anugerah majuh, hemat dan tersisa. Walaupun etika mempelajari serta mempersoalkan prilaku manusia, namun berlainan dengan ilmu jiwa, antropologi dan sosiologi yang semuanya berhubungan dengan prilaku manusia. Menurut Salam (1997:) letak perbedaannya merupakan puas masalah dan fungsinya. Pada psikologi, antropologi and ilmu masyarakat fungsinya menjelaskan kepada kita bagaimana anak adam berkelakuan dan cak kenapa mereka bertingkah laku demikian. Sedangkan lega masalahnya, menyerahkan kepada kita fakta-fakta dan syariat-hukum tentang masyarakat, tentang tingkah larap manusia sementara etika menilai . Sedangkan etika tidak berhubungan dengan deskripsi dan penjelasan tingkah larap makhluk beserta latar belakangnya, melainkan lakukan memonten perilaku tersebut. Etika kembali tak berujud mengganti ilmu tersebut, kerumahtanggaan usahanya bikin dapat mengerjakan tugasnya dengan kian teliti, lebih tepat, dan kian bijaksana. Dapat disimpulkan, karena etika menilai perbuatan manusia, maka kian tepat jika dikatakan bahwa objek stereotip etika adalah norma-norma akhlak atau ponten-kredit kesusilaan manusia, sementara objek materialnya adalah tingkah laku dan kelakuan manusia yang dilakukan secara sadar, sehingga boleh dikatakan bahwa etika mempelajari tingkah laku makhluk ditinjau dari segi baik dan tidak baik di intern suatu kondisi preskriptif, yaitu suatu kondisi yang mengikutsertakan norma-norma. 2. Estetika Estetika adalah satah studi turunan nan mempersoalkan tentang poin keindahan. Keayuan mengandung arti bahwa didalam diri segala sesuatu terletak unsur-unsur yang tertata secara tertib dan harmonis privat suatu kesatuan relasi yang utuh global. Maksudnya adalah suatu alamat yang mulia bukan doang bersifat selevel serta berpola baik melainkan harus pula mempunyai karakter. “Estetika adalah mempelajari konseptual cita rasa yang dinilai indah (estetis) dan jelek” (Salam, 2000). Padahal menurut Sadulloh (2003: 41) berpendapat bahwa estetika yakni nilai-nilai yang berkaitan dengan kreasi seni dengan camar duka-camar duka kita nan berhubungan dengan seni. Salah suatu pernyataan mengenai estetika dirumuskan oleh Bell dalam Pratiwi (2009:1) “Kegantengan doang dapat ditemukan oleh insan privat dirinya sendiri sudah lalu memiliki pengalaman sehingga boleh mengenali wujud penting dalam suatu benda atau karya seni tertentu dengan getaran alias rangsangan keanggunan”. Persoalan adapun dasar pengalaman estetis sendiri muncul sejak abad 18 pasca- berkembangnya matematika semua pemikir cenderung berburu dasar-dasar yang kuat yang bersifat matematis lakukan moral, garis haluan sebatas estetika. Sreg abad pertengahan pengalamn keindahan dikaitkan dengan pengalaman religi yaitu kebesaran alam ciptaan Allah. Pada zaman modern pengalaman keindahan dikaitkan dengan tolak ukur lain seperti fungsi efisiensi yangmemberi kepuasan, berharga kerjakan dirinya snediri pada cirinya sendiri dan sreg tahap kesadaran tertentu. Menurut Thomas Aquino “keayuan berkaitan dengan pengetahuan”. Sesuatu bersifat indah sekiranya menyejukkan mata si pengamat namun disamping itu terletak eksplorasi lega laporan bahwa pengalaman keindahan akan mengelepai pada camar duka empirik berusul pengamat. Pertimbangan estetika dari penggarapan rupa sedikitnya bisa didekati melewati: 1) Pemahaman karya sebagai sasaran estetik 2) Kesadaran terhadap sosok misal subjek nan mengamati atau menciptakan karya estetik. 3) Dapat disimpulkan bahwa estetis atau keanggunan yakni sesuatu yang dapat menentramkan mata si pengamat dengan pertimbangan karya sebagai mangsa estetik dan subjek nan mengamati serta dengan tolak ukur kekuatan efisiensi yang memberi kepuasan dan berharga lakukan dirinya seorang. Dengan demikian kesenangan tersebut mendatangi kepada arti. Bahwa pendidikan di asing dam potensi individu, pendidikan dapat dilihat terbit sudut pandang social, pendidikan yang diartikan sebagai pewaris nilai-nilai kepada generasi akil balig agar tetap terpelihara dan terlestarikan. Sebab budaya dan peradapan dapat ranah bila ponten-nilai, norma-norma dan berfungsi elemen bukan yang dimilikinya berenti berfungsi. Tidak diwariskan pula dari generasi kegenerasi dan tidak juga di amalkan oleh penyanjung-penganutnya (Hasan Langgulun, 1988:60). Adapun tujuan pendidikan yaitu untuk mencapai pertumbuhan kepribadian basyar yang menyeluruh secara seimbang melalio kursus jiwa, inteleg, diri anak adam yang rasional, persaan dan indera. Makanya karena itu pendidikan harus menyentuh pertumbuhan cucu adam kerumahtanggaan segala aspeknya: spiritual, intelektual, imajinatif, fisik, ilmiah, bahasa, baik secara individu atau kolektif dan menunda semua aspek kea rah khasiat dan menyentuh kesemprnaan (Ali Ashraf: 107). Deduksi/Intipati Limbung-landasan filafat pendidikan adalah ontologis, epistimologi dan aksiologi. Secara istilah ontologi adalah ilmu yang membahas hakikat yang ada nan merupakan realita baik berbentuk badan atau konkrit ataupun rohani atau abstrak. Ontologi merupakan riuk satu kajian kefilsafatan yang paling historis dan berasal terbit Yunani. Epistimologi dapat diartikan sebagai pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Epistimologi merupakan bagian berusul filsafat nan membicarakan akan halnya terjadinya pengetahuan, sendang manifesto asal mula wara-wara, batas – batas, sifat sifat dan validitas siaran. Aksiologi ialah istilah yang berasal berpangkal alas kata Yunani merupakan: axiosyang berarti nilai. Sedangkan logos berarti teori/ hobatan. Aksiologi merupakan simpang filsafat guna-guna yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi dipahami laksana teori nilai.
Terakhir diperbaharui: Senin, 20 Juli 2022, 22:53
Source: https://lms.untad.ac.id/mod/page/view.php?id=11632