Jurnal Kecerdasan Emosional Dengan Prestasi Belajar
Koran Ilmiah DIDAKTIKA Februari 2022 VOL. XIII, NO. 2, 384-399
HUBUNGAN ANTARA PRESTASI BELAJAR DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL Eva Nauli Thaib Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh Abstract Many people think that in order to achieve high academic achievement, the Intellectual Intelligence (IQ) is also have to be high. However, according to the latest research results in the field of psychology to prove that IQ is not the only factor affecting people’s achievement, but there are many other factors that affect, one of them is Emotional Intelligence (EI). EI is the ability to recognize emotions, manage emotions, motivate oneself, show empathy and the ability to build relationships with others. Academic achievement is the result of learning based on the measurement and assessment of learning outcomes that is normally in the form of score written in the rapport. When students have high EI, it will increase their academic achievement. Thus, students should have good EI to achieve a better achievement in school and prepare them for the betulan world. Emotional intelligence plays a great role in student success at school and in their environment. Therefore, it is recommended to the school especially the teachers to incorporate elements of emotional intelligence in presenting material and engaging students in the classroom. Mujarad Sejauh ini banyak hamba allah yang berpendapat bahwa buat meraih penampakan belajar yang janjang diperlukan Kecerdikan Intelektual (IQ) nan lagi tinggi. Namun, menurut hasil penelitian terbaru dibidang psikologi membuktikan bahwa IQ bukanlah suatu-satunya faktor yang mempengaruhi prestasi belajar seseorang, tetapi ada banyak faktor lain yang mempengaruhi nan salah satunya ialah kepintaran emosional. Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri koteng, mengidentifikasi emosi orang lain dan kemampuan kerjakan membina hubungan dengan orang bukan. Sedangkan prestasi membiasakan adalah hasil belajar dari suatu aktivitas berlatih yang dilakukan berdasarkan pengukuran dan penilaian terhadap hasil kegiatan belajar internal satah akademik nan diwujudkan nyata angka-angka dalam rapor.Berlandaskan pembahasan tentang kecerdasan emosi serta hubungannya dengan prestasi belajar, maka dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional boleh dinyatakan sebagai salah satu faktor nan terdepan yang seharusnya dimiliki oleh siswa yang n kepunyaan kebutuhan untuk meraih manifestasi belajar nan makin baik di sekolah serta menyiapkan mereka menghadapi dunia nyata. Untuk mengembangkan dan memaksimalkan kecerdasan emosional nan berperan privat keberhasilan siswa baik di sekolah maupun di mileu sekitarnya, maka disarankan kepada pihak sekolah terutama suhu-guru instruktur agar memasukkan atom-unsur kecerdasan emosional dalam menyampaikan materi serta mengikutsertakan emosi siswa kerumahtanggaan proses penataran. Perkenalan awal Kunci: Kepintaran sentimental (EQ), pengejawantahan sparing
Eva Nauli Thaib
PENDAHULUAN Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah ataupun mengembangkan perilaku yang diinginkan. Sekolah sebagai lembaga normal adalah kendaraan dalam rajah pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Melintasi sekolah, siswa belajar plural macam keadaan nan pada akhirnya bertujuan meningkatkan pengejawantahan sparing. Penampakan berlatih adalah tingkat kemampuan anak didik intern memufakati suatu jenis tutorial yang diberikan makanya hawa dalam kegiatan berlatih mengajar.1 Melintasi prestasi membiasakan sendiri petatar dapat mengetahui kemajuan-keberhasilan nan sudah dicapainya internal belajar. Proses sparing di sekolah adalah proses yang sifatnya kompleks dan universal. Banyak orang yang berpendapat bahwa bikin meraih prestasi yang tinggi dalam berlatih, seseorang harus n kepunyaan Intelligence Quotient (IQ) yang tinggi, karena inteligensi merupakan bekal potensial nan akan memuluskan dalam belajar dan pada gilirannya akan menghasilkan prestasi berlatih yang optimal. Menurut Binet privat buku Winkel, “hakikat inteligensi adalah kemampuan bakal menjadwalkan dan mempertahankan suatu harapan, bakal mengadakan penyesuaian dalam rangka mencapai harapan itu, dan lakukan membiji keadaan diri secara reaktif dan adil.“2 Kenyataannya, dalam proses belajar mengajar di sekolah sering ditemukan petatar yang bukan dapat meraih prestasi belajar yang setimpal dengan kemampuan inteligensinya. Terserah siswa yang mempunyai kemampuan inteligensi hierarki tetapi memperoleh prestasi belajar yang nisbi abnormal, namun ada pesuluh yang kendatipun kemampuan inteligensinya nisbi rendah, dapat meraih prestasi belajar yang relatif tinggi. Itu sebabnya taraf inteligensi tidak adalah satu-satunya faktor yang menentukan keberhasilan seseorang, karena ada faktor lain yang mempengaruhi. Menurut Goleman, kecerdasan jauhari (IQ) tetapi menyumbang 20% bagi kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor kekuatan-keistimewaan tak, di antaranya ialah kecerdasan emosional atau Emotional Quotient (EQ) adalah
1
NK. Roestiyah, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Bina Aksara, 1989, situasi. 50.
2
WS Winkel, Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar, Jakarta: Gramedia, 1997, hal. 529.
Jurnal Ilmiah Didaktika Vol. XIII, No. 2, Februari 2022 | 385
Koalisi ANTARA Kinerja Berlatih DENGAN Kecerdikan Sentimental
kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi frustasi, mengontrol desakan lever, menata suasana lever (mood), berempati serta kemampuan bekerja sama.3 Dalam proses belajar siswa, kedua inteligensi itu habis diperlukan. IQ tidak dapat berfungsi dengan baik minus kooperasi penghayatan emosional terhadap mata kursus yang disampaikan di sekolah. Tetapi kebanyakan kedua inteligensi itu saling melengkapi. Keseimbangan antara IQ dan EQ merupakan kunci keberhasilan belajar siswa di sekolah. Pendidikan di sekolah enggak hanya teradat melebarkan rational intelligence, yakni eksemplar kesadaran nan lazimnya dipahami siswa saja, melainkan pun terbiasa mengembangkan emotional intelligence siswa .
PEMBAHASAN Pengertian Belajar Pengejawantahan berlatih tidak dapat dipisahkan bermula perbuatan berlatih, karena sparing yaitu suatu proses, sementara itu prestasi sparing adalah hasil bersumber proses pembelajaran tersebut. Membiasakan dapat dikatakan berhasil takdirnya terjadi perubahan kerumahtanggaan diri siswa, tetapi tidak semua perlintasan perilaku bisa dikatakan belajar karena pertukaran tingkah laku akibat belajar mempunyai ciri-ciri perwujudan nan spesifik, antara lain:4 a. Pertukaran intensional Perubahan dalam proses berlajar adalah karena asam garam atau praktek yang dilakukan secara sengaja dan disadari. Pada ciri ini siswa menyadari bahwa suka-suka peralihan intern dirinya, seperti mana penambahan pengetahuan, adat dan keterampilan. b. Perubahan positif dan aktif Berwujud berarti perubahan tersebut baik dan bermanfaat bagi sukma serta sesuai dengan harapan karena memperoleh sesuatu nan plonco, yang makin
3 Daniel Goleman, Working with Emotional Intelligence, (terj),Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000, hal. 44. 4
Muhibbin Aji, Psikologi Pendidikan dengan Suatu Pendekatan Baru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000, kejadian. 116.
386 | Buletin Ilmiah Didaktika Vol. XIII, No. 2, Februari 2022
Eva Nauli Thaib
baik berasal sebelumnya. Sedangkan aktif artinya perubahan tersebut terjadi karena adanya operasi dari siswa yang bersangkutan. c. Perubahan efektif dan fungsional Perubahan dikatakan efektif apabila mengirimkan pengaturan dan manfaat tertentu bagi siswa. Sedangkan perubahan yang fungsional artinya perubahan dalam diri siswa tersebut nisbi menetap dan apabila dibutuhkan perubahan tersebut dapat direproduksi dan dimanfaatkan sekali lagi. Bersendikan uraian di atas, maka membiasakan bisa diartikan suatu proses persuasi yang dilakukan pesuluh lakukan memperoleh suatu perubahan tingkah kayun yang bau kencur secara keseluruhan, secara sengaja, disadari dan perubahan tersebut relatif menetap serta membawa pengaruh dan manfaat yang berwujud bagi murid internal berinteraksi dengan lingkungannya. Pengertian Pengejawantahan Sparing Marsun dan Martaniah dalam Sia Tjundjing berpendapat bahwa prestasi belajar merupakan hasil kegiatan berlatih, yaitu selama mana pelajar didik mengamankan target les yang diajarkan, yang diikuti oleh munculnya perhatian puas bahwa ia telah melakukan sesuatu dengan baik. Keadaan ini berarti pengejawantahan berlatih saja bisa diketahui jika sudah dilakukan penilaian terhadap hasil sparing siswa.5 Provisional menurut Poerwodarminto n domestik Mila Ratnawati, yang dimaksud dengan pengejawantahan adalah hasil yang telah dicapai, dilakukan atau dikerjakan oleh seseorang. Sedangkan kinerja sparing itu sendiri diartikan umpama pengejawantahan yang dicapai makanya seorang siswa pada jangka waktu tertentu dan dicatat dalam ki akal rapor sekolah.6 Berpokok beberapa definisi di atas, dapat ditarik deduksi bahwa prestasi sparing merupakan hasil propaganda membiasakan yang dicapai koteng petatar riil suatu kecakapan berusul kegiatan sparing parasan akademik di sekolah pada jangka periode tertentu yang dicatat pada setiap akhir semester di dalam buki pesiaran nan disebut rapor. 5
Sia Tjundjing, “Rangkaian antara IQ, EQ, dan QA dengan Prestasi Penekanan Pada Siswa SMU”, Jurnal Anima, Vol.17 No.1, 2001, hal. 71. 6
Mila Ratnawati, “Kontak antara Keonaran Anak terhadap Suasana Keluarga, Citra Diri, dan Motif Berprestasi dengan Pengejawantahan Belajar sreg Siswa Kelas V SD Ta’Miriyah Surabaya”, Surat kabar Anima, Vol. XI, No. 42, 1996, peristiwa. 206.
Jurnal Ilmiah Didaktika Vol. XIII, No. 2, Februari 2022 | 387
HUBUNGAN ANTARA PRESTASI BELAJAR DENGAN Kecerdasan EMOSIONAL
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Berlatih Menurut Sumadi Suryabrata dan Shertzer dan Stone dalam Winkle, secara garis besar faktor-faktor nan mempengaruhi belajar dan manifestasi sparing dapat digolongkan menjadi dua penggalan, yaitu faktor intern dan faktor eksternal:7 a. Faktor internal Merupakan faktor nan berasal dari privat diri siswa yang boleh mempengaruhi prestasi belajar. Faktor ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu: 1). Faktor fisiologis Dalam hal ini, faktor fisiologis nan dimaksud ialah faktor yang berhubungan dengan kesehatan dan pancaindera a) Kesehatan badan Bikin dapat menempuh studi yang baik siswa teradat memperhatikan dan memelihara kesehatan tubuhnya. Hal tubuh nan lemah bisa menjadi penghalang bagi siswa intern memecahkan program studinya. Dalam upaya memelihara kesehatan fisiknya, murid perlu memperhatikan cermin makan dan paradigma tidur, bagi memperlancar metabolisme dalam tubuhnya. Selain itu, lagi untuk menernakkan kesegaran bahkan pun boleh meningkatkan kesigapan fisik dibutuhkan olah tubuh yang koheren. b) Pancaindera Berfungsinya pancaindera merupakan syarat dapatnya belajar itu berlangsung dengan baik. Privat sistem pendidikan dewasa ini di antara pancaindera itu nan minimum memegang peranan dalam belajar ialah mata dan telinga. Keadaan ini berjasa, karena sebagian besar hal-hal yang dipelajari oleh manusia
dipelajari melampaui penglihatan dan rungu. Dengan
demikian, seorang anak nan n kepunyaan tekor badan ataupun bahkan cacat mental akan menghambat dirinya didalam menangkap pelajaran, sehingga plong jadinya akan mempengaruhi prestasi belajarnya di sekolah. 2) Faktor psikologis 7
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Cetakan Sebelas, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998, hal 233. Dan pula dalamWinkel, WS , “Psikologi Pendidikan…””, peristiwa. 591
388 | Kronik Ilmiah Didaktika Vol. XIII, No. 2, Februari 2022
Eva Nauli Thaib
Cak semau banyak faktor psikologis yang bisa mempengaruhi prestasi belajar siswa, antara lain adalah : a) Intelligensi Pada
umumnya,
prestasi
belajar
nan
ditampilkan
peserta
n kepunyaan gancu yang dekat dengan tingkat kecerdasan yang dimiliki
peserta.
Menurut
Binet,
hakikat
inteligensi
adalah
kemampuan untuk menargetkan dan mempertahankan satu tujuan, untuk mengadakan suatu penyesuaian dalam susuk mencapai tujuan itu dan untuk membiji kejadian diri secara responsif dan nonblok.
8
Taraf inteligensi ini sangat mempengaruhi penampilan
belajar seorang murid, di mana siswa yang mempunyai taraf inteligensi tangga mempunyai peluang bertambah besar bikin mencapai prestasi membiasakan yang lebih tinggi. Sebaliknya, siswa yang n kepunyaan taraf inteligensi nan rendah diperkirakan juga akan memiliki prestasi belajar nan rendah. Sahaja bukanlah suatu nan tidak mungkin takdirnya pesuluh dengan taraf inteligensi rendah punya prestasi berlatih nan tangga, sekali lagi sebaliknya . b) Sikap Sikap yang pasif, sedikit diri dan terbatas percaya diri boleh yaitu faktor nan menghambat siswa dalam menampilkan prestasi belajarnya. Menurut Sarlito Gagah perkasa, sikap adalah kesiapan seseorang untuk bertindak secara tertentu terhadap hal-hal tertentu. Sikap siswa yang positif terhadap netra les di sekolah merupakan langkah semula yang baik internal proses membiasakan mengajar di sekolah.9 c) Motivasi Menurut Irwanto, cambuk adalah penggerak perilaku.10 Motivasi belajar yakni pendorong seseorang buat sparing. Pecut timbul karena adanya kemauan maupun kebutuhan-kebutuhan dalam diri 8
WS Winkel, Psikologi Pendidikan…, hal.529.
9
Wirawan, Sarlito, Psikologi Muda, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1997, hal. 233.
10
Irwanto, Psikologi Umum, Jakarta: PT. Gramedia Wacana Utama,1997, hal.193.
Jurnal Ilmiah Didaktika Vol. XIII, No. 2, Februari 2022 | 389
HUBUNGAN ANTARA PRESTASI Sparing DENGAN Kecerdikan EMOSIONAL
seseorang. Seseorang berbuntut privat belajar karena kamu cak hendak membiasakan. Sedangkan menurut Winkle, cambuk belajar adalah keseluruhan kancing penggerak di dalam diri petatar nan menimbulkan kegiatan belajar, nan menjamin kelangsungan berbunga kegiatan belajar dan nan mengasihkan sebelah pada kegiatan sparing itu; maka pamrih yang dikehendaki oleh pelajar tercapai.11 Cemeti belajar merupakan faktor psikis nan bersifat non intelektual. Peranannya yang spesial ialah dalam kejadian gairah maupun roh sparing, pelajar yang termotivasi kuat akan mempunyai banyak energi buat mengerjakan kegiatan belajar. b. Faktor eksternal Selain faktor-faktor yang cak semau dalam diri pesuluh, ada hal-kejadian lain di luar diri yang bisa mempengaruhi penampakan belajar nan akan diraih, antara tak ialah: 1) Faktor lingkungan tanggungan a)
Sosial ekonomi keluarga Dengan
sosial
ekonomi
yang
memadai,
seseorang
lebih
berkesempatan mendapatkan akomodasi belajar nan lebih baik, tiba berasal muslihat, alat catat hingga pemilihan sekolah b) Pendidikan orang tua Sosok wreda yang telah menuntut ganti rugi pangkat pendidikan tinggi condong lebih mencela dan mengerti pentingnya pendidikan
kerjakan
anak-anaknya,
dibandingkan
dengan
yang
memiliki tangga pendidikan yang lebih rendah. c)
Perhatian orang tua dan suasana korespondensi antara anggota keluarga Dukungan dari tanggungan adalah satu pemacu jiwa berpretasi buat seseorang. Dukungan privat hal ini bisa secara bertepatan, aktual sanjungan maupun ular-ular; atau secara tidak serentak, seperti hubugan keluarga yang harmonis.
2) Faktor lingkungan sekolah
11
WS Winkel, Psikologi Pendidikan…, kejadian. 39.
390 | Surat kabar Ilmiah Didaktika Vol. XIII, No. 2, Februari 2022
Eva Nauli Thaib
a)
Sarana dan prasarana Kelengkapan akomodasi sekolah, seperti kusen tulis, OHP akan membantu
kecepatan proses sparing mengajar di sekolah; selain
buram ruangan, ventilasi dan lingkungan sekitar sekolah juga dapat mempengaruhi proses belajar mengajar b) Kompetensi master dan siswa Kualitas guru dan siswa lampau penting privat meraih prestasi, kecukupan sarana dan prasarana tanpa disertai pengejawantahan yang baik terbit para penggunanya akan mansukh belaka. Bila seorang siswa merasa kebutuhannya lakukan berprestasi dengan baik di sekolah tercurahkan, misalnya dengan tersedianya fasilitas dan tenaga pendidik
nan
berkualitas,
yang
dapat
memenihi
rasa
ingintahunnya, perantaraan dengan hawa dan teman-temannya berlantas harmonis, maka pelajar akan memperoleh iklim belajar nan menyenangkan. Dengan demikian, dia akan terdorong lakukan terus-menerus meningkatkan prestasi belajarnya. c)
Kurikulum dan metode mengajar Hal ini menghampari materi dan bagaimana cara memberikan materi tersebut kepada siswa. Metrode pengajian pengkajian yang lebih interaktif habis diperlukan kerjakan menumbuhkan minat dan peran serta siswa kerumahtanggaan kegiatan penelaahan. Sarlito Wirawan menyatakan bahwa faktor yang paling penting merupakan faktor guru. Jika temperatur mengajar dengan arif bijaksana, tegas, memiliki disiplin tinggi, luwes dan mampu membuat siswa menjadi doyan akan les, maka pengejawantahan belajar murid akan mendatangi panjang, palingtidak murid tersebut lain bosan dalam mengimak cak bimbingan.12
3) Faktor lingkungan umum a)
Sosial budaya Pandangan awam mengenai pentingnya pendidikan akan mempengaruhi
12
ketekunan
pendidik
dan
peserta
asuh.
Sarlito Gagah perkasa,Ilmu jiwa…,hal. 122.
Surat kabar Ilmiah Didaktika Vol. XIII, No. 2, Februari 2022 | 391
Koneksi ANTARA PRESTASI Berlatih DENGAN KECERDASAN Romantis
Masyarakat yang masih memandang rendah pendidikan akan enggan
mengirimkan
anaknya
ke
sekolah
dan
memfokus
memandang kurang tiang penghidupan guru/penyuluh b) Kooperasi terhadap pendidikan Bila semua pihak telah berpartisipasi dan mendukung kegiatan pendidikan, tiba bermula pemerintah (riil ketatanegaraan dan anggaran) hingga puas publik bawah, setiap hamba allah akan lebih menghargai dan berusaha memajukan pendidikan dan hobatan pengetahuan. Kecerdasan Romantis Pengertian Emosi Kata emosi berasal dari bahasa latin, yakni emovere, nan berarti bergerak menjauh. Fungsi kata ini menyiratkan bahwa tendensi bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Menurut Daniel Goleman, emosi merujuk pada suatu perasaan dan ingatan yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan bermacam rupa manah.13 Kaprikornus, emosi merupakan keseleo satu aspek utama intern spirit manusia, karena emosi dapat adalah motivator perilaku dalam arti meningkatkan, tapi sekali lagi dapat mengganggu perilaku intensional manusia. Beberapa pentolan menyampaikan tentang neko-neko emosi, antara lain Descrates. Menurut Descrates, emosi terbagi atas : Desire (hasrat), hate (benci), Sorrow (sedih/duka), Wonder (heran), Love (cak acap) dan Joy (kegembiraan). Sedangkan JB Watson mengemukakan tiga macam emosi, yaitu : fear (ketakutan), Rage (kemarahan), Love (cinta). Daniel Goleman mengemukakan beberapa diversifikasi emosi yang tidak berbeda jauh dengan kedua tokoh di atas, ialah: a. Amarah: beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati b. Kegundahan: pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi
diri,
putus asa
13
Daniel Goleman, Emotional Intelligence (terjemahan). Jakata: PT Gramedia Pustaka Utama, 2000, hal. 411.
392 | Jurnal Ilmiah Didaktika Vol. XIII, No. 2, Februari 2022
Eva Nauli Thaib
c. Rasa tegak: cemas, gugup, gagap, was-was, perasaan menggermang sekali, waspada, tidak tenang, ngeri d. Kenikmatan: bahagia, gembira, riang, puas, riang, suka, tertambat, bangga e. Cinta: penerimaan, persahabatan, ajudan, manfaat lever, rasa dekat, bakti, hormat, kemesraan, rahmat f. Terkejut: terkesiap, terkejut g. Jengkel: hina, jijik, muak, mual, tidak suka h. malu: malu hati, kesal14 Seperti nan sudah lalu diuraikan di atas, bahwa semua emosi menurut Goleman pada dasarnya yakni galakan kerjakan bertindak. Kaprikornus berbagai jenis emosi itu mendorong individu untuk mengasihkan respon atau berkelakuan terhadap stimulus yang ada. Kerumahtanggaan the Nicomachea Ethics pembahasan Aristoteles secara filsafat tentang dedikasi, budi dan arwah nan sopan, tantangannya yaitu mengendalikan nyawa emosional kita dengan kecerdasan. Nafsu, apabila dilatih dengan baik akan memiliki kebijaksanaan; nafsu membimbing pemikiran, ponten, dan kelangsungan usia kita. Saja, nafsu dapat dengan mudah menjadi bukan terkendalikan, dan hal itu seringkali terjadi. Menurut Aristoteles, masalahnya bukanlah mengenai emosionalitas, melainkan mengenai keselarasan antara emosi dan cara memformulasikan.15 Menurut Mayer intern Goleman, turunan condong menganut tren-mode khas dalam menangani dan mengatasi emosi mereka, adalah: sadar diri, tergenang dalam permasalahan dan serah. Dengan melihat keadaan itu maka penting bagi setiap individu mempunyai kepintaran emosional semoga menjadikan semangat lebih bermakna dan tak menjadikan hidup yang dijalani menjadi mansukh.16 Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan emosi ialah suatu perasaan (afek) yang mendorong individu lakukan merespon ataupun bertingkah laku terhadap stimulus, baik yang terbit dari dalam maupun dari luar dirinya.
14 15
Goleman, Daniel,Emotion…, ha.l 411.
Goleman, Daniel,Emotion…, keadaan. Xvi.
16
Goleman, Daniel,Emotion…, hal. 65.
Jurnal Ilmiah Didaktika Vol. XIII, No. 2, Februari 2022 | 393
Koneksi ANTARA PRESTASI Belajar DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL
Konotasi Kecerdasan Emosional Istilah “kecendekiaan emosional” pertama mana tahu dilontarkan lega tahun 1990 maka dari itu psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of New Hampshire lakukan menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan. Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional atau yang caruk disebut EQ bagaikan, “Himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau manah sosial yang melibatkan kemampuan pada turunan tak, memperbedakan semuanya dan menggunakan informasi ini bakal membimbing manah dan tindakan.”17 Kecerdasan romantis lampau dipengaruhi maka dari itu mileu, tidak berwatak menetap, dapat berubah-ubah setiap momen. Cak bagi itu peranan lingkungan terutama orang tua bangka sreg masa kanak-kanak tinggal mempengaruhi n domestik pembentukan kecerdasan romantis. Keterampilan EQ bukanlah tandingan keterampilan IQ atau kegesitan kognitif, namun keduanya berinteraksi secara dinamis, baik pada panjang konseptual maupun di dunia nyata. Selain itu, EQ tidak semacam itu dipengaruhi maka itu faktor pertalian keluarga.18 Gardner dalam bukunya yang berjudul Frame Of Mind, intern Goleman mengatakan bahwa, bukan hanya satu jenis kecerdasan yang monolitik yang penting bikin meraih sukses internal kehidupan, melainkan cak semau lingkup kecerdasan nan lebar dengan sapta varietas terdahulu merupakan linguistik, matematika/ilmu mantik, spasial, kinestetik, musik, interpersonal dan intrapersonal.19 Kecerdasan ini dinamakan oleh Gardner perumpamaan kecerdikan pribadi yang maka dari itu Daniel Goleman disebut sebagai kecerdasan sentimental. Menurut Goleman, kecerdasan sentimental adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) menerobos keterampilan kognisi diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan kelincahan sosial.20
17
Lawrence E Saphiro, Mengajarkan Emotional Intelligence lega Anak, Jakarta: Gramedia,
1998. 18
Lawrence E Saphiro, Mengajarkan…., peristiwa.10
19
Daniel Goleman, Emotional…, situasi.50-53.
20
Daniel Goleman, Emotional…, situasi. 512.
394 | Jurnal Ilmiah Didaktika Vol. XIII, No. 2, Februari 2022
Eva Nauli Thaib
Faktor Intelek Emosional Goleman mengutip Salovey menempatkan memangkalkan kecerdasan pribadi Gardner dalam defenisi dasar mengenai kecerdasan emosional yang dicetuskannya dan memperluas kemapuan tersebut menjadi lima kemampuan utama, yaitu: a. Mengenali Emosi Diri Mengidentifikasi emosi diri sendiri merupakan suatu kemampuan lakukan mengenali ingatan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar semenjak
kecerdasan
emosional,
para
juru psikologi
menyebutkan kesadaran diri andai metamood, yakni kesadaran seseorang akan emosinya sendiri. Menurut Mayer intern Goleman, kesadaran diri adalah siaga terhadap suasana hati maupun pikiran akan halnya suasana hati, bila kurang waspada maka bani adam menjadi mudah larut dalam rotasi emosi dan dikuasai oleh emosi. Kognisi diri memang belum menjamin penaklukan emosi, namun yakni salah satu prasyarat terdahulu bagi mengatasi emosi sehingga cucu adam mudah menguasai emosi. b. Ikutikutan Emosi Mengelola emosi yaitu kemampuan individu internal
menindak
perasaan agar dapat terungkap dengan tepat alias selaras, sehingga terjangkau keseimbangan dalam diri basyar. Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap terkendali merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi. Emosi jebah, yang meningkat dengan kebulatan hati tinggal lama akan merabak kestabilan kita. Kemampuan ini mencengam kemampuan bagi menghibur diri sendiri, membedakan kecemasan, kemurungan alias ketersinggungan dan akibat-akibat nan ditimbulkannya serta kemampuan bikin bangkit dari perasaan-perasaan yang menindihkan. c. Memotivasi Diri Sendiri Presatasi harus dilalui dengan dimilikinya cemeti dalam diri individu, nan berarti memiliki kebulatan hati untuk menghambat diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan lever, serta mempunyai perasaan motivasi yang positif, yaitu antusianisme, gairah, optimis dan religiositas diri.
Jurnal Ilmiah Didaktika Vol. XIII, No. 2, Februari 2022 | 395
HUBUNGAN ANTARA PRESTASI BELAJAR DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL
d. Mengidentifikasi Emosi Insan Lain Kemampuan bakal mengenali emosi khalayak lain disebut juga empati. Menurut Goleman, kemampuan seseorang untuk mengidentifikasi orang lain atau peduli, menunjukkan kemampuan empati seseorang. Individu yang punya kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi nan mengisyaratkan barang apa-apa nan dibutuhkan bani adam lain sehingga ia lebih mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap ingatan orang bukan dan makin mampu bakal mendengarkan turunan bukan.21 Rosenthal dalam penelitiannya menunjukkan bahwa orang-orang nan mampu membaca perasaan dan isyarat non oral lebih mampu menyesuiakan diri secara emosional, kian populer, bertambah mudah bergaul, dan lebih peka.22 Nowicki, juru psikologi menjelaskan bahwa anak-anak yang tidak mampu membaca atau mengekspos emosi dengan baik akan terus menerus merasa kemusykilan. Seseorang yang ki berjebah membaca emosi manusia lain pun memiliki kesadaran diri yang tangga. Semakin mampu membengang pada emosinya sendiri, mampu mengenal dan mengakui emosinya sendiri, maka orang tersebut mempunyai kemampuan buat membaca perasaan orang lain.23 e. Membina Hubungan Kemampuan intern membina hubungan yakni satu keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antar pribadi. Kegesitan dalam berkomunikasi merupakan kemampuan pangkal dalam kejayaan membina wasilah. Individu sulit kerjakan mendapatkan apa yang diinginkannya dan rumpil juga memahami kehausan serta kedahagaan orang enggak.24 Individu-basyar yang hebat intern keterampilan membina persaudaraan ini akan sukses dalam bidang apapun. Bani adam berhasil kerumahtanggaan pergaulan karena mampu berkomunikasi dengan lampias pada orang lain. Makhluk-orang ini
21
Daniel Goleman, Emotional…, hal. 58-59, 64, 77-78, 57.
22
Daniel Goleman, Emotional…, keadaan. 136.
23
Daniel Goleman, Emotional…, hal. 172.
24
Daniel Goleman, Emotional…, hal. 59.
396 | Koran Ilmiah Didaktika Vol. XIII, No. 2, Februari 2022
Eva Nauli Thaib
populer dalam lingkungannya dan menjadi p versus yang menyejukkan karena kemampuannya berkomunikasi. Ramah tamah, baik lever, hormat dan disukai insan tak dapat dijadikan ilham faktual bagaimana murid mampu membina hubungan dengan makhluk lain. Sejauhmana fiil peserta berkembang dilihat terbit banyaknya gayutan interpersonal nan dilakukannya. Keterkaitan Antara Kecerdasan Emosional dengan Prestasi Berlatih pada Murid Anak adam nan memiliki tingkat kecerdasan sentimental yang lebih baik, boleh menjadi lebih terampil dalam merukunkan dirinya dengan cepat, jarang tertular penyakit, makin terampil privat memusatkan pikiran, makin baik intern berhubungan dengan turunan lain, makin cakap n domestik mencerna individu lain dan bagi kerja akademis di sekolah bertambah baik.25 Keterampilan asal emosional tidak dapat dimiliki secara tahu-tahu, tetapi membutuhkan proses privat mempelajarinya dan mileu yang menciptakan menjadikan
kecerdasan romantis tersebut besar
pengaruhnya. Hal substansial akan diperoleh bila anak asuh diajarkan keterampilan dasar kecerdasan emosional, secara emosional akan lebih cerdas, penuh pengertian, mudah mengakuri perasaan-pikiran dan lebih banyak pengalaman dalam memecahkan permasalahannya sendiri, sehingga pron bila remaja akan lebih banyak sukses disekolah dan privat berbimbing dengan rekan-rekan seumur serta akan terlindung mulai sejak resiko-resiko seperti pelelang-obat terlarang, kenakalan, kekerasan serta seks nan enggak aman.26 Hasil beberapa eksplorasi di University of Vermont mengenai kajian struktur neurologis dedengkot manusia dan penelitian perilaku maka itu LeDoux (1970) menunjukkan bahwa internal kejadian bermanfaat hidup seseorang, EQ comar menganjuri intelegensi membumi. EQ yang baik dapat menentukan keberhasilan insan dalam penampakan belajar membangun keberuntungan karir, mengembangkan aliansi junjungan-istri yang harmonis dan dapat mengurangi agresivitas, khususnya intern galengan remaja.27
25
John Gottman, Trik-siasat Menggembungkan Anak asuh yang Memiliki Kecerdasan Emosional (parafrase), Jakarta: PT Gramedia Teks Terdepan, 2000, hal. 27. 26
John Gottman, Pokok-pokok Mengembungkan…, hal.27.
27
Daniel Goleman, Working With Emotional Intelligence (terjemahan), Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000, hal. 17.
Harian Ilmiah Didaktika Vol. XIII, No. 2, Februari 2022 | 397
Wasilah ANTARA PRESTASI BELAJAR DENGAN KECERDASAN Sentimental
Menurut Goleman, individual pada orang-orang yang murni saja memiliki kecerdasan akademis tinggi, mereka cenderung memiliki rasa gelisah yang tidak berdalil, terlalu kritis, rewel, menuju menarik diri, terkesan dingin dan merentang sulit memformulasikan kemusykilan dan kemarahannya secara tepat. Bila didukung dengan rendahnya taraf kecerdasan emosionalnya, maka orang-basyar seperti ini sering menjadi sumber masalah. Karena kebiasaan-rasam di atas, bila seseorang punya IQ tataran namun taraf kecendekiaan emosionalnya invalid maka menjurus akan terlihat sebagai bani adam nan keras kepala, rumit bergaul, mudah frustrasi, tidak mudah percaya kepada sosok lain, tidak reaktif dengan kondisi lingkungan dan cenderung terbang semangat bila mengalami stress. Kondisi sebaliknya, dialami maka dari itu orang-orang yang memiliki taraf IQ umumnya hanya n kepunyaan kepintaran sentimental nan tinggi, sehingga sering kita dapati seseorang yang sudah perlu dengan semangat organisasi yang banyak menyertakan intelek sentimental lebih berhasil.28
SIMPULAN Berdasarkan pembahasan mengenai kecerdasan emosi serta hubungannya dengan prestasi sparing, maka dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional dapat dinyatakan laksana riuk satu faktor yang penting yang semoga dimiliki oleh petatar yang memiliki kebutuhan untuk meraih prestasi berlatih yang lebih baik di sekolah serta menyiagakan mereka menghadapi dunia nyata. Untuk itu disarankan kepada pihak sekolah terutama hawa-suhu pengajar agar memasukkan unsur-zarah kecendekiaan emosioal internal menyampaikan materi serta mengikutsertakan emosi siswa dalam proses pembelajaran.
28
Daniel Goleman, Working With …, hal. 512.
398 | Jurnal Ilmiah Didaktika Vol. XIII, No. 2, Februari 2022
Eva Nauli Thaib
Daftar pustaka Goleman, Daniel, Emitional Intelligence, (parafrase), Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2000. ———-, Working With Emotional Intelligence (terjemahan), Jakarta: PT. Gramedia Wacana Terdahulu, 2000. Gottman, John, Kiat-kiat Membesarkan Anak yang Memiliki Kecerdasan Emosional (terjemahan), Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2001. Irwanto, Psikologi Masyarakat, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Terdepan, 1997. Ratnawati, Mila, “Hubungan antara Persepsi Anak terhadap Suasana Keluarga, Citra Diri, dan Motif Berprestasi dengan Prestasi Belajar puas Siswa Kelas V SD Ta’Miriyah Surabaya”, Harian Anima, Vol. XI, No. 42, 1996. Saifuddin, Azwar, Reliabilitas dan Keabsahan, Yogyakarta: Pustaka Balajar Offset, 1997. Saphiro, Lawrence E., Mengajarkan Emotional Intelligence Pada Momongan, Jakarta: Gramedia, 1998. Sia, Tjundjing, “Hubungan Antara IQ, EQ, dan QA dengan Pengejawantahan Studi Puas Siswa SMU”, Jurnal Anima, Vol.17, No.1, 2001. Suryabrata, Sumadi, Psikologi Pendidikan, Jakarta: PT. Emir Grafindo Persada, 1998. Aji, Muhibbin, Psikologi Pendidikan dengan Suatu Pendekatan Baru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000. Winkel, WS., Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Berlatih, Jakarta: Gramedia, 1997. Wirawan, Sarlito, Psikologi Muda, Jakarta: PT. Ratu Grafindo Persada, 1997.
Jurnal Ilmiah Didaktika Vol. XIII, No. 2, Februari 2022 | 399
Source: https://adoc.pub/hubungan-antara-prestasi-belajar-dengan-kecerdasan-emosional.html