Jenis Jenis Teori Belajar Dan Contohnya
![]() |
Signifikasi Teori Berlatih dan Varietas teori Membiasakan |
Konotasi Teori Belajar
Teori
adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil nan silih berhubungan yang menghadirkan sebuah penglihatan sistematis mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antar elastis, dengan menentukan afiliasi antar fleksibel, dengan pamrih menjelaskan fenomena alamiah.
Menurut Slavin dalam Catharina Tri Anni (2004),
membiasakan
merupakan proses masukan kemampuan yang berasal terbit pengalaman. Menurut Gagne dalam Catharina Tri Anni (2004), belajar yakni sebuah sistem nan didalamnya terdapat bermacam ragam unsur yang tukar tersapu sehingga menghasilkan perubahan perilaku. Sedangkan menurut Bell-Gredler internal Udin S. Winataputra (2008) pengertian belajar adalah proses nan dilakukan makanya manusia untuk mendapatkan aneka macam competencies, skills, and attitude. Kemampuan (competencies), keterampilan (skills), dan sikap (attitude) tersebut diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari tahun bayi hingga periode tua melintasi pertautan proses belajar selama hayat.
Dengan demikian
membiasakan
dapat sdisimpulkan kombinasi kegiatan atau aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan pergantian intern dirinya berwujud penambahan pengetahuan atau kemahiran berdasarkan alat indera dan pengalamannya.Oleh sebab itu apabila setelah belajar peserta tuntun bukan cak semau perubahan tingkah laku yang positif dalam keefektifan tak mempunyai kecakapan baru serta wawasan pengetahuannya tidak bertambah maka bisa dikatakan bahwa belajarnya belum sempurna.
Mengenai yang dimaksud penerimaan Menurut Gagne, Briggs, dan wagner n domestik Udin S. Winataputra (2008) dalah serangkaian kegiatan nan dirancang bikin memungkinkan terjadinya proses membiasakan puas siswa. Sementara itu menurut UU Nomor 20 masa 2003 tentang Sisdiknas, pembelajaran adalah proses interaksi peserta ajar dengan pendidik dan sumber belajar plong suatu lingkingan berlatih.
Jadi pembelajaran yakni proses interaksi pesuluh tuntun dengan pendidik dan mata air belajar plong suatu mileu belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik semoga dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan. Makara dapat
pengertian Teori berlatih
adalah upaya bikin mendeskripsikan bagaimana anak adam belajar, sehingga kondusif kita semua mengerti proses inhern yang kegandrungan dari belajar. Selain itu
pengertian
Teori Belajar
dapat pula diartikan sebagai teori yang mempelajari urut-urutan intelektual (mental) siswa.
TEORI DESKRIPTIF DAN TEORI PRESKRIPTIF
Menurut Bruner (internal Degeng,1989) menyorongkan bahwa teori pembelajaran adalah preskriptif dan deskriptif. Normatif karena intensi utama teori pembelajaran adalah menetapkan metode pembelajaran yang optimal, padahal deskriptif karena tujuan terdepan teori belajar yaitu mengklarifikasi proses sparing. Teori belajar menghiraukan pada hubungan di antara variable-variabel yang menentukan hasil belajar. Sedangkan teori pembelajaran menaruh perhatian pada bagaimana seseorang mempengaruhi orang tak agar terjadi suatu proses belajar.
Teori penataran yang deskriptif menempatkan kondisi dan metode pembelajaran laksana given, dan memberikan hasil pengajian pengkajian sebagai variable yang diamati. Atau, kondisi dan metode pembelajaran sebagai variable nonblok dan hasil penataran sebagai variable tergantung. Sementara itu teori pembelajran yang kaku, kondisi dan hasil pembelajaran ditempatkan sebagai given, dan metode yang optimal ditempatkan perumpamaan variable yang diamati, maupun metode pembelajaran sebagi variable tergantung.
Teori kaku yakni goal oriented (lakukan mencapai pamrih), padahal teori deskriptif yakni goal free (kerjakan memberikan hasil).Variabel yang diamati intern pengembangan teori-teori pembeajaran nan preskriptif adalah metode yang optimal bakal menjejak tujuan, sedangkan dalam pengembangan teori-teori pembelajaran deskriptif variable yang diamati adalah hasil sebagai efek dari interaksi antara metode dan kondisi.
Hasil penataran yang diamati n domestik pengembangan teori dogmatis merupakan hasil penerimaan yang diinginkan (desired outcomes) yang sudah ditetapkan lebih sangat, sedangkan dalam pengembangan teori deskriptif, yang diamati adalah hasil penerimaan yang riil (actual outcomes), hasil pendedahan yang mungkin unjuk, dan dapat makara bukan merupakan hasil pembelajaran yang diinginkan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa teori pembelajaran normatif berisi seperangkat preskripsi kepentingan mengintensifkan hasil penelaahan nan diinginkan di bawah kondisi tettentu, sedangkan teori pembelajarn deskriptif berisi deskripsi akan halnya hasil penelaahan yang muncul andai akibat semenjak digunakannya metode tertentu di pangkal kondisi tertentu.
JENIS-Keberagaman TEORI BELAJAR
Internal proses mengajar membiasakan, pencaplokan seorang suhu dan pendirian menyampaikannya merupakan syarat nan lalu essensial. Penguasaan temperatur terhadap materi pelajaran dan penyelenggaraan inferior sangatlah penting, namun demikian belum patut untuk menghasilkan penataran yang optimal. Selain menguasai materi ilmu hitung temperatur sepatutnya menguasai tentang
teori-teori membiasakan, sepatutnya dapat menyasarkan peserta didik berpartisipasi secara cendekiawan dalam belajar, sehingga belajar menjadi bermakna bagi pesuluh. Hal ini sesuai dengan isi lampiran Regulasi Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 16 Perian 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Hawa yang menyebutkan bahwa penguasaan teori belajar dan prinsip-cara pendedahan nan mendidik menjadi salah suatu elemen kompetensi pedagogik yang harus dimiliki suhu.
Jika seorang suhu akan menerapkan satu teori belajar internal proses berlatih mengajar, maka guru tersebut harus memahami seluk beluk teori belajar tersebut sehingga lebih lanjut dapat mereka cipta dengan baik bentuk proses belajar mengajar yang akan dilaksanakan. Psikologi belajar maupun disebut dengan
Teori Belajar
adalah teori yang mempelajari perkembangan intelektual (mental) siswa.
Penjelasan berikut menyimpulkan heterogen jenis
Teori belajar, antara lain:
A)
TEORI Berlatih BEHAVIORISTIK
Menurut teori behavioristik, berlatih yakni perubahan tingkah kayun sebagai akibat adanya interaksi antara stimulus (rangsangan) dan respon (tanggapan). Dengan kata lain, belajar yakni rang pertukaran yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru bak hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia bisa menunjukkan persilihan puas tingkah lakunya.
Menurut teori ini hal yang paling penting yaitu input (pemerolehan) yang riil stimulus dan output (tamatan) yang riil respon. Menurut toeri ini, apa yang tejadi diantara stimulus dan respon dianggap tidak berharga diperhatikan karena tidak dapat diamati dan bukan boleh diukur. Nan dapat diamati hanyalah stimulus dan respon. Maka dari itu sebab itu, segala apa saja nan diberikan guru (stimulus) dan apa yang dihasilkan siswa (respon), semuanya harus dapat diamati dan diukur. Teori ini lebih mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal yang penting kerjakan melihat terjadinya persilihan tungkah laku tersebut. Faktor lain nan pula dianggap penting adalah faktor pemantapan. Penstabilan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan diitambahkan maka respon akan semakin abadi. Sejenis itu lagi bila penguatan dikurangi maka responpun akan dikuatkan. Jadi, stabilitas merupakan suatu bentuk stimulus nan penting diberikan (ditambahkan) atau dihilangkan (dikurangi) cak bagi memungkinkan terjadinya respon.
Tokoh-tokoh perputaran behavioristik diantaranya:
1. Thorndike
Menurut thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Dan perubahan tingkah kayun merupakan akibat dari kegiatan berlatih yang berwujud konkrit adalah boleh diamati maupun berwujud tidak konkrit yaitu tidak dapat diamati. Teori ini juga disebut sebagai aliran koneksionisme (connectinism).
2. Watson
Menurut Watson, belajar merpakan proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah larap nan dapat diamati dan boleh diukur. Dengan introduksi tidak, meskipun anda mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun ia menganggap peristiwa-kejadian tersebut sebagai faktor nan tak mesti diperhitungkan. Sira tetap mengakuri bahwa perubahan-perubahan mental dalam gambar tulang murid itu penting, sahaja semua itu tidak dapat menjelaskan apakah seseorang telah belajar atau belum karena tidak dapat diamati.
3. Clark Hull
Clark Hull juga memperalat variable hubangan antara stimulus dan respon untuk mengklarifikasi konotasi tentang membiasakan. Namun ia sangat terpengaruh maka dari itu teori evolusi Charles Darwin. Baginya, seperti teori evolusi, semua fungsi tingkah laris berharga terutama lakukan menjaga kelangsungan hidup manusia. Oleh sebab itu, teori ini mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan pelepasan kebutuhan biologis adalah penting dan menempati posisi buku dalam seluruh bagian insan, sehingga stimulus dalam belajarpun karib selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis,meskipun respon nan akan muncul kali dapat bermacam-keberagaman bentuknya.
4. Edwin Guthrie
Demikian kembali Edwin, ia juga menggunakan variabel stimulus dan respon. Namun sira mengemukakan bahwa stimulus tidak harus berhubungan dengan kebutuhan atau pemuasan biologis begitu juga Clark Hull. Kamu pun mengemukakan, agar respon yang unjuk sifatnya lebih kuat dan bahkan berkampung, maka diperlukan beragam stimulus yang berhubungan dengan respon tersebut.
5. Skinner
Konsep-konsep nan dikemukakan oleh Skinner adapun membiasakan kaya mengungguli konsep-konsep lain yang dikemukakan oleh para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep sparing secara terbelakang, belaka dapat menunjukkan konsepnya tentang belajar secara makin komprehensif. Menurutnya, hubungan antara stimulus dan respon nan terjadi melalui interaksi privat lingkungannya, nan kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang digambarkan oleh para tokoh sebelumnya.
Behaviorisme merupakan salah peredaran psikologi yang memandang hamba allah hanya bermula arah fenomena lahiriah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan alas kata lain, behaviorisme tak mengakui adanya kepintaran, bakat, minat dan perasaan turunan privat suatu membiasakan. Peristiwa membiasakan hanya melatih sekaligus-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan nan dikuasai bani adam.
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :
1) Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.
Berpangkal eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan syariat-syariat belajar, diantaranya:
- Law of Effect; artinya bahwa jikalau sebuah respons menghasilkan bilyet nan memuaskan, maka hubungan Stimulus – Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
- Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan ketengan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan gaya yang mendorong organisme buat melakukan atau tidak mengerjakan sesuatu.
- Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin kian hampir, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila langka ataupun tidak dilatih.
2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov
Berpangkal eksperimen nan dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan syariat-hukum belajar, diantaranya :
- Law of Respondent Conditioning ialah hukum pembiasaan yang dituntut. Sekiranya dua jenis stimulus dihadirkan secara sekaligus (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
- Law of Respondent Extinction yaitu hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
3. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner
Bersumber eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
- Law of operant conditining yaitu takdirnya timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
- Law of operant extinction ialah jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kebaikan perilaku tersebut akan menurun bahkan hirap.
Reber (Muhibin Sunan, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah bilang perilaku yang membawa efek nan sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri plong dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, sekadar tidak sengaja diadakan perumpamaan pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.
4) Social Learning menurut Albert Bandura
Teori berlatih sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih plonco dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak sahaja simultan faali atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi nan timbul laksana hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar membiasakan menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama privat sparing sosial dan moral terjadi menerobos emulsi (imitation) dan penyajian pola perilaku (modeling). Teori ini pula masih memandang pentingnya conditioning. Menerobos pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana nan perlu dilakukan.
Sebetulnya masih banyak tokoh-penggagas enggak nan meluaskan teori berlatih behavioristik ini, seperti mana : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Hilir (the treshold method), metode melelahkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.
Dari beberapa dedengkot teori behavioristik Skinner merupaka tokoh yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori behavioristik.
Aliran psikologi membiasakan yang adv amat osean mempengaruhi pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Karena distribusi ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang terlihat sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model jalinan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar misal individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu bisa dibentuk karena dikondisi dengan cara tertentu dengan menunggangi metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan faktor-faktor penguat (reinforcement), dan akan penyap bila dikenai hukuman.
Teori ini sampai sekarang masih merajai praktik pengajian pengkajian di Indonesia. Hal ini tampak dengan jelas pada penyelenggaraan penataran dari tingkat minimal dini, seperti mana Kerumunan Belajar, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Semenjana, malar-malar setakat di Perkumpulan, pembentukan perilaku dengan mandu drill (pembiasaan) disertai dengan reinforcement maupun aniaya masih cangap dilakukan. Teori ini memandang bahwa sebagai sesuatu yang ada di marcapada nyata sudah terkonsolidasi rapi dan terintegrasi, sehingga siswa atau orang nan belajar harus dihadapkan plong sifat-adat nan jelas dan ditetapkan lebih dulu secara diskriminatif. Pembiasaan dan kesetiaan dan kesetiaan menjadi habis esensial intern belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan kesetiaan.
Berdasarkan uraian di atas, Inti dari teori belajar behavioristik, adalah
- Sparing adalah perubahan tingkah laku.
- Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jikalau ia telah mampu menunjukkan perubahan tingkah laku.
-
Pentingnya masukan atau input
nan substansial stimulus dan keluaran yang berupa respon . -
sesuatu yang terjadi
diantara stimulus dan respon bukan dianggap penting
sebab tidak boleh diukur dan diamati. - Yang bisa di amati dan diukur hanya stimulus dan respon.
- Stabilitas adalah faktor bermakna dalam belajar.
- Bila penguatan ditambah maka respon akan semakin lestari , demikian juga kalau respon dikurangi maka respon juga menguat.
Aplikasi teori ini privat pembelajaran, bahwa kegiatan belajar ditekankan laksana aktivitas “mimetic” yang menuntut siswa untuk mendedahkan sekali lagi pengetahuan nan mutakadim dipelajari. Pengutaraan materi pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian keseluruhan. Penerimaan dan evaluasi menekankan puas hasil, dan evaluasi menuntut satu jawaban yang benar. Jawaban nan benar menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya.
B.
TEORI Berlatih Psikologis
Berbeda dengan teori behavioristik, teori kognitif lebih mementingkan proses berlatih dari plong hasil belajarnya. Teori ini mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan gabungan antara stimulus dan respon, melainkan tingkah laku seseorang ditentukan oleh kegemparan serta pemahamannya tentang peristiwa yang berhubungan dengan pamrih belajarnya. Teori serebral juga menekankan bahwa penggalan-babak berpokok suatu kejadian ubah berhubungan dengan seluruh konteks situasi tersebut. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan satu proses internal yang mencaplok ingatan, pengolahan pemberitaan, emosi, dan aspek-aspek batiniah lainnya. Belajar yaitu aktivitas yang melibatkan proses berpikir nan sangat kompleks.
Prinsip awam teori Sparing Kognitif, antara lain:
- Makin menggarisbawahi proses berlatih daripada hasil
- DIsebut model perseptual
- Tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan maksud belajarnya
- Belajar merupakan perubahan persepsi dan kesadaran yang tidak comar boleh tertentang misal tingkah laku yang nampak
-
Memisah-misahkan ataupun memberi-untuk peristiwa/materi tuntunan
menjadi onderdil-komponen yang subtil dan memperlajarinya secara terpisah-sisih, akan kehilangan makna. - Membiasakan yakni suatu proses internal nan mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek batiniah lainnya.
-
Belajar yakni
aktivitas yang melibatkan proses berpikir nan tinggal kompleks. -
Dalam praktek pembelajaran
teori ini tampak lega tahap-tahap perkembangan(J. Piaget), Advance organizer (Ausubel), Kesadaran konsep (Bruner), Tataran sparing (Gagne), Webteaching (Norman) - N domestik kegiatan pengajian pengkajian keterlibatan pesuluh aktif amat dipentingkan
-
Materi kursus disusun dengan
eksemplar semenjak sederhana
ke obsesi - Perbedaan anak adam siswa wajib diperhatikan, karena sangat mempengaruhi keberuntungan siswa berlatih.
Bilang penglihatan tentang teori kognitif, diantaranya:
1. Teori urut-urutan Piaget
Piaget merupakan keseleo seorang dedengkot yang disebut-ujar bak pelopor aliran konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai rujukan lakukan memaklumi perkembangan kognitif individu merupakan teori adapun tahapan perkembangan makhluk. Menurut Piaget, kronologi kognitif merupakan suatu proses genetik, merupakan satu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis jalan sistem syaraf. Dengan kian bertambahnya umur seseorang, maka bertambah komplekslah gabungan sel syarafnya dan makin meningkat lagi kemampuannya. Piaget tidak melihat urut-urutan kognitif sebagai sesuatu yang dapat didefinisikan secara kuantitatif. Ia mengikhtisarkan bahwa daya piker atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berlainan pula secara kualitatif. Menurut Piaget, proses sparing akan terjadi jika mengikuti tahap-tahap asimilasi, kemudahan, dan ekuilibrasi (penyeimbangan antara respirasi dan akomodasi).
Piaget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif menjadi empat, yaitu:
- Tahap sensorimotorik (umur 0-2 tahun)
- Ciri pokok jalan berdasarkan tindakan, dan dilakukan setapak demi selangkah.
- Tahap preoperasional (umur 2-7/8 tahun)
- Ciri pokok perkembangan puas tahap ini merupakan penggunanaan symbol alias tanda bahasa, dan mulai berkembangnya konsep-konsep intuitif.
- Tahap operasional konkret (umur 7/8-11/12 masa)
- Ciri trik perkembangan pada tahap ini ialah telah start menggunakan aturan-adat yang jelas dan sensibel, dan ditandai adanya reversible dan kekekalan.
- Tahap operasional formal (umur 11/12-18 waktu)
Ciri kancing jalan plong tahap ini merupakan anak asuh sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola nanang “kebolehjadian”.
Tentang beberapa prinsip teori perkembangan Piaget, adalah perumpamaan berikut:
- Jalan kognitif ialah suatu proses gentik. Yaitu suatu perkembangan yang didasarkan atas mekanisme biologis urut-urutan sistem syaraf
-
Semakin makin umur maka semakin bertambah kegandrungan susunan syarafnya dan akan meningkat pula kemampuannya. Daya pikir anak
yangb berbeda semangat akan berbeda secara kualitatif - Proses adaptasi mmepunyai dua tulangtulangan dan terjadi secara spontan yaitu akomidasi dan asimilasi
-
Asimilasi adalah proses perlintasan apa yang di pahami seseuai denganstruktur kognitif. (apabila individu menerima infomasi alias pengalaman baru maka kenyataan tersebut akan dimodifikasi sehingga cocok dengan
struktur serebral yang dipunyai) - Akomodasi yaitu proses transisi struktur kognitif sehingga dapat dipahami (apabila struktur kognitif nan sudah dimiliki harus disesuaikan dengan takrif yang diterima).
- Proses membiasakan akan terjadi jikalau mengikuti tahap-tahap fotosintesis, akomodasi dan ekuilibrasi (penyeimbangan)
-
Asimilasi (proses penyatuan informasi yunior ke dalam struktur psikologis nan mutakadim dimiliki cucu adam), Fasilitas (proses orientasi struktur kognitif ke internal situasi yang baru), Ekuilibrasi (pembiasaan terus-menerus
antara asimilasi dan kemudahan) -
Seorang anak asuh sudah n kepunyaan prinsip pengurangan, detik mempelajri pembagianmaka terjadi prses intrgtasi antara pengurangan
(telah dikuasai)dan pembagian (info baru) inilah asimilasi. -
Seandainya anak diberi soal pembagian, maka kejadian ini disebut kemudahan. Artinya momongan mutakadim dapat mengaplikasikan
atau memakai pendirian pembagian dalam peristiwa baru - Proses penyesuaian antara ling luar dan struktur kognitif yang terserah dlm dirinya disebut ekuilibrasi
- Proses membiasakan akan mengikuti tahap-tahap kronologi sesuai dengan umurnya
- Tahap sensorimotor (0-2 thn), preoperasional (2-8 thn), operasional konkret(8-11 thn), operasional formal (12-18 thn)
- Tetapi dengan mengaktifkan pengetahuan dan asam garam secara optimal asimilasi dan fasilitas pengatahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
- Bahasa dan mandu berfikir anak berbeda dengan anak adam dewasa. Maka dari itu karena itu temperatur mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
- Momongan-momongan akan berlatih lebih baik apabila boleh menghadapi lingkungan dengan baik. Master harus membantu anak moga bisa berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
- Korban yang harus dipelajari anak sebaiknya dirasakan yunior tetapi lain asing.
- Berikan kemungkinan hendaknya anak sparing sesuai tahap perkembangannya.
- Di intern kelas bawah, anak asuh-anak asuh hendaknya diberi peluang bikin silih berbicara dan diskusi dengan jodoh-temanya.
2. Teori belajar menurut Bruner
Dalam memandang proses sparing, Bruner memfokuskan adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkah kayun seseorang. Dalam teorinya, “free discovery learning” ia mengatakan bahwa proses belajar akan melanglang dengan baik dan kreatif takdirnya guru menyerahkan kesempatan kepada murid untuk menemukan suatu konsep, teori, sifat, atau pemahaman melalui komplet-arketipe yang anda jumpai privat kehidupannya. Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang bisa ditingkatkan dengan cara menyusun materi tuntunan dan menyajikannya sesuai dengan tahap perkembangan anak adam tersebut.
Hipotetis pemahaman dari konsep Bruner (dalam Degeng,1989) menjelaskan bahwa pembentukan konsep dan pemahaman konsep merupakan dua kegiatan mengkategori yang farik nan menuntut proses nanang nan farik lagi. Menurutnya, penataran nan selama ini diberikan di sekolah banyak mementingkan lega perkembangan kemampuan analisis, kurang meluaskan kemampuan berpikir intuitif. Sementara itu nanang intuitif sangat terdepan cak bagi mempelajari bidang sains, sebab setiap disiplin mempunyai konsep-konsep, pendirian, dan prosedur yang harus dipahami sebelum seseorang dapat belajar. Prinsip yang baik lakukan belajar adalah memahami konsep, maslahat, dan hubungan, menerobos proses intuitif dan akhirnya setakat plong suatu kesimpulan (discovery learning).
Beberapa kaidah teori Bruner yakni:
- Perkembangan kognitif ditandai dengan adanya kemajuan menaggapi rangsang
- Peningkatan pengatahun gelimbir pada kronologi sistem penyimpanan informasi secara realistis
- Kronologi intelektual menutupi perkembangan kemampuan berbicara plong diri sendiri maupun pada orang lain
-
Interaksi secara sistematis diperlukan antara pembimbing, hawa dan anak asuh untuk jalan
kognitifnya - Bahasa ialah pokok perkembangan kognitif
- Jalan kognitif ditandai denfgan kecakapan lakukan memajukan bebrapa alternatisf secara serta merta, melembarkan tindakan nan tepat.
- Perkembangan psikologis di bagi dalam tiga tahap yaitu enactive, iconic, symbolic.
- Enaktif yaitu tahap kalau seseorang mengerjakan aktivitas-aktivitas intern upaya lakukan emmahami lingkungan sekitaanya. (gigitan, sentuhan, pegangan)
- Ikonik, ialah tahap seseorang memahami objek-korban maupun dunianya melintasi gambar-gambar dan visualisasi verbal (anak membiasakan melalui rancangan ibarat dan perbandingan
- Simbolik yaitu tahap seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan sempurna yang sangat dipengaruhi maka itu kemampuan n domestik berbahasa dan logika.( anak asuh belajar melalui simbol bahasa, ilmu mantik, matematika)
- Pola pemahaman dan penemuan konsep
- Pendirian yang baik bagi belajar adalah memaklumi konsep, kemustajaban, dan hubungan memlalui proses naluriah kerjakan balasannya sampai pada kesimpulan (discovery learning)
-
Peserta diberi kekebasan kerjakan belajar
sendiri
melalui aktivitas menemukan (discovery)
3. Teori berlatih signifikan Ausubel
Menurut Ausubel, belajar seharusnya merupakan asimilasi yang bermakna untuk petatar. Materi nan dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengtahuan yang sudah dimiliki siswa intern tulangtulangan strukur kognitif. Teori ini banyak menyatukan perhatiannya pada konsepsi bahwa perolehan dan retensi pengetahuan baru merupakan fungsi dari struktur kognitif yang telah dimiliki siswa.
Hakikat sparing menurut teori kognitif yakni suatu aktivitas belajar yang berkaitan dengan penataan pesiaran, reorganisasi perceptual, dan proses internal. Atau dengan kata lain, belajar merupakan persepsi dan pemahaman, yang tak kerap berbentuk tingkah laku yang boleh diamati atau diukur. Dengan asumsi bahwa setiap orang telah memiliki keterangan dan pengalaman yang telah tertata dalam rencana struktur kognitif yang dimilkinya. Proses belajar akan bepergian dengan baik sekiranya materi pelajaran ataupun informasi hijau beradaptasi dengan struktur kognitif tang mutakadim dimiliki seseorang.
Beberapa Cara Teori Ausubel adalah
-
Proses belajar akan terjadi jikalau seseorang mampu mengasimilasikan
mualamat yang tlah dimilikinya dengan pengetahuan yunior -
Proses membiasakan akan terjadi melangkaui tahap-tahap
memperhatikan stimulus, memamahi makna stimulus, menggudangkan dan menunggangi publikasi yang sudah dipahami -
Siswa lebih ditekankan unuk berpikir secara deduktif
(konsep advance organizer)
Mengenai permohonan teori kognitif dalam pembelajaran :
- Keterlibatan siswa secara aktif amat dipentingkan
- Kerjakan meningkatkan minat dan meningkatkan retensi berlatih terbiasa mengaitkan pemberitaan mentah dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki siswa.
- Materi cak bimbingan disusun dengan menggunakan teoretis atau logika tertentu berasal sederhana ke kompleks.
- Perbedaan individu pada siswa perlu diperhatikan karena faktor ini tinggal mempengaruhi kemenangan belajar.
C. TEORI Berlatih KONSTRUKTIVISTIK
Konstruktivistik ialah metode pembelajaran yang lebih menegaskan pada proses dan kebebasan intern menggali publikasi serta upaya dalam mengkonstruksi pengalaman atau dengan kata lain teori ini memasrahkan keaktifan terhadap siswa cak bagi belajar menemukan seorang kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan kejadian tidak yang diperlukan guna melebarkan dirinya sendiri. Kerumahtanggaan proses belajarnya sekali lagi, memberi kesempatan kepada siswa untuk memunculkan gagasannya dengan bahasa koteng, untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga siswa menjadi lebih kreatif dan imajinatif serta bisa menciptakan mileu berlatih yang kondusif.
Pembentukan siaran menurut konstruktivistik memandang subyek bakal aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan mileu. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek merumuskan pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu koteng. Struktur serebral senantiasa harus diubah dan disesuaikan beralaskan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melintasi proses rekonstruksi.
Akan halnya tujuan berpokok teori ini dalah sebagai berikut:
- Adanya motivasi buat petatar bahwa belajar yaitu tanggung jawab siswa itu seorang.
- Mengembangkan kemampuan pelajar lakukan mengajukan pertanyaan dan mengejar seorang pertanyaannya.
- Membantu pelajar buat mengembangkan pengertian dan pemahaman suatu konsep secara lengkap.
- Melebarkan kemampuan petatar kerjakan menjadi ahli pikir yang mandiri.
- Lebih memfokuskan pada proses belajar bagaimana berlatih itu.
Hakikat pembelajaran konstruktivistik maka dari itu Brooks & Brooks dalam Degeng mengatakan bahwa pemberitahuan adalah non-objective, berkarakter sementara, selalu berubah, dan enggak menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari asam garam konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar berfaedah menata mileu agar sang belajar termotivasi dalam menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka si belajar akan punya pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergentung pada pengalamannya, dan perspektif yang dipakai kerumahtanggaan menginterpretasikannya.
Teori ini lebih menekankan kronologi konsep dan signifikansi nan sungguh-sungguh, pengetahuan umpama konstruksi aktif yang dibuat siswa. Kalau seseorang tidak aktif membangun pengetahuannya, meskipun usianya tua bangka setia saja lain akan berkembang pengetahuannya. Satu warta dianggap benar bila pengetahuan itu penting lakukan menghadapi dan memecahkan persoalan alias fenomena yang sesuai. Pengetahuan tidak dapat ditransfer semacam itu saja, melainkan harus diinterpretasikan sendiri oleh sendirisendiri orang. Pengetahuan kembali bukan sesuatu yang telah cak semau, melainkan suatu proses nan berkembang membenang. Internal proses ini keaktifan seseorang sangat menentukan perrkembangan pengetahuannya.
Zarah-anasir utama dalam teori konstruktivistik:
- Memperhatikan dan memanfaatkan pengetahuan semula siswa
- Asam garam belajar yang autentik dan bermakna
- Adanya mileu social nan kontributif
- Adanya dorongan agar siswa mandiri
- Adanya usaha kerjakan mengenalkan siswa tentang mayapada ilmiah
Secara garis besar, prinsip-pendirian teori konstruktivistik yakni seumpama berikut:
- Pengetahuan dibangun oleh peserta seorang.
- Pengetahuan lain boleh dipindahkan dari guru kemurid, kecuali tetapi dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.
- Murid aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga caruk terjadi pertukaran konsep ilmiah.
- Guru sekedar membantu menyisihkan saran dan situasi moga proses bangunan berjalan laju.
- Menghadapi ki kesulitan yang relevan dengan pesuluh.
- Struktur pembelajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pernyataan.
- Mencari dan menilai pendapat siswa.
- Menyesuaikan kurikulum kerjakan menanggapi anggapan peserta.
Proses berlatih konstrutivistik dapat dilihat dari berbagai aspek, yakni:
1) Proses sparing konstruktivistik
Ekstrak berpangkal teori konstruktivistik adalah siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi tak, dan apabila dikehendaki, permakluman itu menjadi eigendom mereka seorang. Sehingga dalam proses berlatih, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka dengan keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar mengajar.
2) Peranan peserta
Dalam pembelajaran konstruktivistik, siswa menjadi sendi kegiatan dan guru andai fasiitator. Karena membiasakan adalah satu proses pemaknaan alias pembentukan pengetahuan dari asam garam secara konkrit, aktivitas kolaboratif, refleksi serta interpretasi nan harus dilukukan maka dari itu siswa sendiri.
3) Peranan guru
Guru maupun pendidik berperan sebagai fasilitator artinya kondusif siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri dan proses pengkonstruksian pengetahuan agar berjalan lancar. Guru tidak mentransferkan kabar yang dimilikinya sreg petatar sahaja hawa dituntut buat mengerti jalan pikiran ataupun cara pandang setiap siswa dalam belajar.
4) Alat angkut membiasakan
Sarana berlatih dibutuhkan siswa cak bagi mengembangkan pemberitaan nan telah diperoleh mudah-mudahan mendapatkan pengetahuan yang maksimal.
5) Evaluasi hasil belajar
Evaluasi merupakan bagian utuh dari membiasakan yang menekankan pada ketrampilan proses baik individu maupun kelompok. Dengan kaidah ini, maka kita dapat mengetahui seberapa raksasa suatu pengetahuan telah dipahami makanya pelajar.
Permohonan Teori Konstruktivistik Dalam Pembelajaran :
- Mengecualikan siswa dari belenggu kurikulum yang berisi fakta-fakta pembebasan yang sudah ditetapkan, dan memasrahkan kesempatan kepada pelajar bagi mengmbangkan ide-idenya secara lebih bebas.
-
Menempatkan siswa bak kekuatan timbulnya interes, cak bagi membuat hubungan ide-ide
atau gagasan-gagasan, kemudian merumuskan kembali ide-ide tersebut, serta membentuk kesimpulan-kesimpulan. -
Hawa bersama-sama siswa mengkaji pesan-pesan utama bahwa dunia adalah kompleks, dimana terjadi bermacam-varietas rukyah
tentang kebenaran nan datangnya dari berbagai interpretasi. -
Hawa mengakui bahwa proses sparing serta penilaianya
merupakan satu usaha yang kompleks, sukar dipahami, tidak koheren, dan lain mudah dikelola.
Tuntutan Teori Konstruktivistik Dalam Pembelajaran :
- Membebaskan siswa dari belenggu kurikulum yang berisi fakta-fakta lepas nan mutakadim ditetapkan, dan memberikan kesempatan kepada pelajar buat mengmbangkan ide-idenya secara kian bebas.
-
Menempatkan siswa bagaikan kemustajaban timbulnya interes, untuk mewujudkan hubungan ide-ide
atau gagasan-gagasan, kemudian memformulasikan pun ide-ide tersebut, serta membuat kesimpulan-kesimpulan. -
Hawa berbarengan peserta mengkaji pesan-wanti-wanti berarti bahwa dunia adalah kompleks, dimana terjadi bermacam-jenis pandangan
akan halnya kebenaran yang datangnya berbunga berbagai interpretasi. -
Guru menyepakati bahwa proses belajar serta penilaianya
merupakan suatu usaha yang kompleks, selit belit dipahami, enggak teratur, dan tidak mudah dikelola.
D. TEORI Berlatih HUMANISTIK
Menurut teori humanistik, proses berlatih harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, teori belajar humanistik sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati permukaan kajian filsafat, teori kepribadian, dan psikoterapi, bermula pada bidang kajian ilmu jiwa belajar. Teori humanistik sangat mementingkan isi yang dipelajari dari pada proses belajar itu sendiri serta makin banyak berbiacara tentang konsep-konsep pendidikan untuk membentuk cucu adam yang dicita-citakan, serta tentang proses belajar kerumahtanggaan susuk yang paling kecil ideal.
Faktor senawat dan pengalaman emosional sangat berguna intern peristiwa belajar, sebab tanpa motivasi dan keinginan dari pihak sang belajar, maka tidak akan terjadi respirasi pengetahuan hijau ke dalam struktur psikologis yang telah dimilikinya. Teori humanistic berpendapat bahwa teori belajar apapun dapat dimanfaatkan, radiks tujuannya bikin memanusiakan individu yaitu mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri orang nan sparing, secara optimal.
Teori humanistik bersifat dulu pilih-pilih yaitu memanfaatkan maupun merangkumkan berbagai teori belajar dengan tujuan untuk memanusiakan hamba allah dan mencapai tujuan yang diinginkan karena tidak dapat disangkal bahwa setiap teori n kepunyaan kelebihan dan kekurangan.
Banyak induk bala penganut aliran humanistik, diantaranya:
1) Kolb
Penglihatan Kolb akan halnya belajar dikenal dengan “Membiasakan Empat Tahap” yaitu:
a. Tahap pandangan konkret
Pada tahap ini seseorang mampu maupun dapat mengalami suatu hal atau satu kejadian sebagaimana adanya namun belum memilki kesadaran mengenai hakikat dari peristiwa tersebut,
b. Tahap pemgamatan aktif dan reflektif
Tahap ini seseorang semakin lama akan semakin mampu mengamalkan observasi secara aktif terhadap peristiwa yang dialaminya dan lebih berkembang.
c. Tahap konseptualisasi
Pada tahap ini seseorang start berupaya cak bagi membuat pukul rata, mengembangkan suatu teori, konsep, alias hukum dan prosedur mengenai sesuatu yang menjadi objek perhatiannya dan kaidah berpikirnya menggunakan induktif.
d. Tahap eksperimentasi aktif
Sreg tahap ini seseorang sudah congah mengaplikasikan konsep-konsep, teori-teori atau aturan-aturan ke dalam situasi nyata dan prinsip berpikirnya menggunakan deduktif.
2) Honey dan Mumford
Honey dan Mumford menggolongkan anak adam yang belajar ke privat catur variasi atau golongan, merupakan:
a. Kerumunan aktivis
Adalah mereka yang senang menyertakan diri dan berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan dengan tujuan untuk memperoleh camar duka-camar duka baru.
b. Kerumunan reflector
Yaitu mereka yang mempunyai mode berlawanan dengan kelompok aktivis. Kerumahtanggaan berbuat suatu tindakan kelompok ini tinggal jimat-jimat dan munjung pertimbangan.
c. Kelompok teoris
Yaitu mereka yang punya kecenderungan yang lalu kritis, suka menganalisis, buruk perut berpikir rasional dengan menggunakan penalarannya.
d. Kelompok realistis
Yaitu mereka yang punya resan-adat praktis, tidak suka berpanjang lebar dengan teori-teori, konsep-komsep, dalil-dalil, dan sebagainya.
3) Habermas
Menurut Habernas, sparing mentah akan tejadi takdirnya suka-suka interaksi antara manusia dengan lingkungannya. Beliau memberi keberagaman belajar menjadi tiga, yaitu:
a. Belajar teknis (technical learning)
Ialah berlatih bagaimana seseorang bisa berinteraksi dengan lingkungan alamnya secara benar.
b. Belajar praktis (practical learning)
Yaitu belajar bagaimana seseorang bisa berinteraksi dengan mileu sosialnya, yakni dengan turunan-individu di sekelilingnya dengan baik.
c. Belajar emansipatoris (emancipatory learning)
Yaitu belajar nan menekankan upaya agar seseorang mencapai suatu pemahaman dan kesadaran tinggi akan terjadinya persilihan maupun transfigurasi budaya dengan lingkungan sosialnya.
4). Bloom dan Krathwohl
Bloom dan Krathmohl kian menitikberatkan perhatiannya pada segala apa nan mesti dikuasai oleh individu (sebagai pamrih belajar), setelah melangkaui kejadian-peristiwa belajar. Tujuan belajarnya dikemukakan dengan sebutan Taksonomi Bloom, adalah:
a. Domain kognitif, terdiri atas 6 tinggi, yakni:
1) Pengetahuan
2) Pemahaman
3) Tuntutan
4) Analisis
5) Sintesis
6) Evaluasi
b. Domain psikomotor, terdiri atas 5 tingkatan, yaitu:
1) Mimikri
2) Penggunaan
3) Ketepatan
4) Perangkaian
5) Pewarganegaraan
c. Domain afektif, terdiri atas 5 hierarki, yaitu:
1) Pengenalan
2) Merespon
3) Penghargaan
4) Mobilisasi
5) Pengalaman
Teori humanistik akan silam membantu para pendidik dalam memahami arah belajar pada format yang lebih luas, sehingga upaya pembelajaran apapun dan sreg konteks manapun akan selalu diarahkan dan dilakukan untuk mencapai tujuannya. Walaupun teori humanistik sering dikritik karena sulit diterapkan internal konteks nan makin praktis dan dianggap lebih dekat dengan satah makulat, teori kepribadian dan psikoterapi dari puas bidang pendidikan, sehingga sulit diterjemahkan ke dalam awalan-persiapan yang lebih konkret dan praktis. Namun sumbangan teori ini amat samudra. Ide-ide, konsep-konsep, taksonomi-taksonomi tujuan nan telah dirumuskannya bisa kondusif para pendidik dan master buat memahami hakikat kejiwaan basyar.
Dalam praktiknya teori ini condong mengarahkan siswa cak bagi berpikir dalam-dalam induktif, memfokuskan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar.
E. TEORI BELAJAR SIBERNETIK
Teori belajar sibernetik adalah teori belajar yang nisbi baru dibandingkan dengan teori-teori yang sudah lalu dibahas sebelumnya. Menurut teori ini, belajar yakni pengolahan informasi. Proses berlatih memang terdepan dalam teori ini, namun yang lebih berguna adalah system warta yang diproses yang akan dipelajari siswa. Asumsi lain adalah bahwa enggak suka-suka suatu proses belajarpun yang konseptual untuk apa situasi, dan yang cocok bagi semua siswa. Sebab cara belajar dulu ditentukan oleh sistem informasi.
Implementasi teori sibernetik dalam kegiatan penerimaan telah dikembangkan oleh beberapa pelopor dengan beberapa teori, diantaranya:
1. Teori pemrosesan informasi
Puas teori ini, onderdil pemrosesan informasi dibagi menjadi tiga berlandaskan perbedaan fungsi, produktivitas, bentuk informasi, serta proses terjadinya. Ketiga komponen itu adalah:
a. Sensory Receptor (SR)
SR yaitu sel tempat mula-mula kali informasi diterima dari luar.
b. Working Memory (WM)
WM diasumsikan berharta menyirat informasi nan diberi perhatian maka itu individu. Karakteristik WM yakni :
1) Memiliki kapasitas yang rendah, kurang dari 7 slot. Informasi yang didapat hanya berlimpah bersikeras adv minim lebih 15 detik apabila tanpa adanya upaya pengulangan (rehearsal).
2) Wara-wara dapat disandi dalam bentuk yang berbeda berasal stimulus aslinya baik dalam rangka verbal, visua, ataupun semantic, yang dipengaruhi makanya peran proses kekuasaan dan seseorang dapat dengan pulang ingatan mengendalikannya.
c. Long Term Memory (LTM)
1) Berisi semua mualamat yang sudah dimilki oleh manusia
2) Punya kapasitas tidak terbatas
3) Sekali pesiaran disimpan di dalam LTM ia tidak akan sangkutan terhapus atau hilang. Persoalan “lalai” semata-mata disebabkan maka itu kesulitan atau kegagalan memunculkan juga makrifat yang diperlukan.
Presumsi yang memedomani teori pemrosesan keterangan ini ialah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat utama dalam urut-urutan. Perkembangan yaitu hasil kumulatif pecah pendedahan. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses pengajian pengkajian makrifat, bakal kemudian tergarap sehingga menghasilkan alumnus n domestik bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi kerumahtanggaan dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal merupakan keadaan n domestik diri hamba allah nan diperlukan lakukan mencapai hasil sparing dan proses kognitif yang terjadi dalam orang. Sementara itu kondisi eksternal adalah rangsangan berpangkal lingkungan nan mempengaruhi individu privat proses penerimaan.
Menurut Gagne tangga proses pembelajaran membentangi okta- fase yaitu, (1) lecut; (2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan sekali lagi; (6) rampatan; (7) perlakuan dan (8) umpan mengsol.
2. Teori belajar menurut Landa
Dalam teori ini Landa membedakan ada dua macam proses berpikir, yakni:
a. Proses berpikir algoritmik
Yaitu proses berpikir nan sistematis, tahap demi tahap, linier, konvergen, lurus, mengarah ke satu mangsa tujuan tertentu.
b. Proses nanang heuristik
Yaitu jalan angan-angan devergen yang menuju ke beberapa target intensi sekaligus.
Menurut Landa proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran yang hendak dipelajari ataupun kebobrokan yang hendak dipecahkan diketahui cirri-cirinya. Materi pelajaran tertentu akan lebih tepat disajikan dalam urutan yang koheren, sedangkan materi pelajaran lainnya akanlebih tepat bila disajikan dalam bentuk “melangah” dan memberi kebebasan kepada murid untuk berimajinasi dan berpikir.
3. Teori sparing menurut Pask dan Scott
Menurut Pask dan Scott ada dua macam jalan angan-angan, yakni:
a. Cara berpikir serialis
Pendirian berpikir ini akrab sebagai halnya cara berpikir algoritmik. Yaitu berpikir menggunakan prinsip setahap demi setahap alias linier.
b. Cara nanang menyeluruh alias wholist
Cara nanang yang cenderung melompat ke depan, langsung ke bayangan kamil sebuah sistem makrifat maupun mempelajari sesuatu dari yang paling mahajana membidik ke peristiwa yang lebih khusus.
Teori sparing perebusan butir-butir termasuk teori kognitif yang mengemukakan bahwa belajar adalah proses internal yang tidak dapat diamati secara langsung dan adalah perubahan kemampuan nan terikat pada situasi tertentu. Namun rekaman kerja bani adam mempunyai kapasitas yang terbatas. Menurut Gagne, bikin mengurangi bahara memori kerja tersebut dapat diatur sesuai dengan:
a. Kapabilitas sparing
b. Kejadian pembelajaran
c. Aktivasi atau urutan pembelajaran
Tahap sebernetik misal teori belajar comar siapa dikritik karena bertambah menekankan pada sistem informasi nan akan dipelajari, tentatif itu bagaimana proses belajar berlangsung intern diri bani adam sangat ditentukan oleh sistem manifesto yang dipelajari. Teori ini memandang orang sebagai pengolah informasi, pemikir, dan pencipta. Berdasarkan itu, maka diasumsikan bahwa bani adam ialah hamba allah yang mampu mengolah, menyimpan, dan mengorganisasikan kenyataan.
F.
TEORI Membiasakan Arus SOSIOKULTURAL
Pembahasan plong teori ini diarahkan pada peristiwa-hal sebagai halnya teori belajar Piagetin dan teori berlatih Vygotsky. Berikut ini pembahasan mengenai kedua teori tersebut.
1. Teori Membiasakan Piagetin
Menurut Piaget, perkembangan kognitif yakni suatu proses genetik, yaitu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis kerumahtanggaan rang perkembangan syaraf. Kegiatan membiasakan terjadi seturut dengan pola tahap-tahap kronologi tertentu dan umur seseorang. Perolehan kecakapan intelektual akan berhubungan dengan proses mengejar keseimbangan antara apa yang mereka rasakan dan ketahui pada satu sebelah dengan apa yang mereka lihat suatu fenomena baru laksana asam garam dan persoalan. Kerjakan memperoleh keseimbangan alias equilibrasi, seseorang harus mengerjakan adaptasi dengan lingkungannya. Proses orientasi terdiri dari asimilasi dan akomodasi. Menerobos fotosintesis siswa mengintegrasikan permakluman baru dari asing ke internal struktur kognitif yang mutakadim ada dalam dirinya.padahal melampaui kemudahan siswa memodifikasi struktur kognitif yang cak semau dalam dirinya dengan manifesto nan baru.
Teori konflik-sosiokognitif Piaget ini mampu berkembang luas dan merajai permukaan psikologi dan pendidikan. Namun bila dicermati ada beberapa aspek dari teori Piaget yang dipandang dapat menimbulkan implikasi kontraproduktif puas kegiatan penataran takdirnya dilihat dari perspektif peredaran-sosiokultural waktu ini. Dilihat bermula bawah usul pengetahuan, Piaget cenderung menganut teori psikogenesis. Artinya, maklumat berasal dari intern diri individu. N domestik proses belajar, pelajar berdiri terpisah dan berinteraksi dengan lingkungan social. Dia mengkonstruksi pengetahuannya sangat tindakan yang dilakukannya terhadap mileu sosial.
Di samping itu, dalam kegiatan belajar Piaget lebih mementingkan interaksi antara siswa dengan kelompoknya. Perkembangan serebral akan terjadi intern interaksi antara siswa dengan kerubungan sebayanya dari pada dengan manusia-anak adam yang lebih dewasa. Pembenaran terhadap teori ini jika diterapkan dalam kegiatan pendidikan dan pengajian pengkajian akan kurang sesuai dengan perspektif revolusi-sosiokultural yang sedang diupayakan ketika ini.
2. Teori Membiasakan Vygotsky
Pandangan yang bernas mengakomodasi teori revolusi-sosiokultural internal teori belajar dan penataran dikemukakan oleh Lev Vygotsky. Ia mengatakan bahwa jalan pikiran seseorang harus dimengerti dari latar sosial-budaya dan sejarahnya. Artinya, bikin mencerna pikiran seseorang bukan dengan mandu menggaru segala apa yang ada di serong otaknya dan lega kedalaman jiwanya, melainkan dari asal usul tindakan sadarnya, dari interaksi social yang dilatari maka dari itu sejarah hidupnya.
Mekanisme teori yang digunakan bagi menspesifikasi perhubungan antara pendekatan sosio-kultural dan pemfungsian mental didasarkan plong tema mediasi semiotik, nan artinya adalah pertanda atau lambang-lambang beserta makna nan terkandung di dalamnya berfungsi sebagai penengah antara rasionalitas dalam pendekatan sosio-kultural dan manusia umpama bekas berlangsungnya proses mental.
Menurut Vygotsky, perolehan pengetahuan dan perkembangan psikologis seseorang seturut dengan teori sociogenesis. Dimensi kognisi social bersifat primer, sedangkan dimensi individualnya bersifat derivative ataupun merupakan turunan dan berkepribadian sekunder. Artinya, pengetahuan dan perkembangn kognitif individu semenjak dari sumber-perigi sosial di luar dirinya. Konsep-konsep utama teori sociogenesis Vygotsky adapun jalan kognitif nan sesuai dengan revolusi-sosiokultural dalam teori belajar dan penelaahan adalah:
a. Hukum genetik adapun perkembangan (genetic law of development)
Menurut Vygotsky, setiap kemampuan seseorang akan tumuh dan berkembang melalui dua tataran, adalah strata sosial medan orang-orang memebentuk lingkungan sosialnya, dan tataran psikologis di dalam diri orang nan berkepentingan. Pandang teori ini menempatkan intermental atau mileu sosial bak faktor primer dan konstitutif terhadap pembentukan maklumat serta kronologi kognitif seseorang.
b. Zona urut-urutan proksimal (zone of proximal development)
Menurut Vygotsky, kronologi kemampuan seseorang dapat dibedakan ke dalam dua tingkat, ialah tingkat perkembangan kasatmata dan urut-urutan potensial. Tingkat urut-urutan berwujud terpandang dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas alias memecahkan berbagai penyakit secara mandiri. Ini disebut kemampuan intramental. Sedangkan tingkat jalan potensial tampak pecah kemampuan seseorang bikin menyelesaikan tugas-tugas dan memecahkan masalah saat di bawah bimbingan orang dewasa atau ketika bermitra dengan teman sebaya nan lebih kompeten, ini disebut kemampuan itermental. Jarak antara keduanya, yakni tingkat jalan aktual dan potensial ini disebut zona perkembangan proksimal. Zona kronologi proksimal diartikan ibarat kekuatan-fungsi maupun kemampuan-kemampuan yang belum matang nan masih subur puas proses pematangan. Gagasan Vygotsky tentang zona urut-urutan proksimal ini mendasari perkembangan teori belajar dan pembelajaran untuk meningkatkan kualitas dan memaksimalkan perkembangan kognitif anak. Beberapa konsep kunci yang perlu dicatat adalah bahwa urut-urutan dan belajar bersifat interdependen maupun saling terkait, urut-urutan kemampuan seseorang bersifat context dependent atau lain boleh dipisahkan dari konteks sosial, dan sebagai fundamental kerumahtanggaan membiasakan yaitu partisipasi dalam kegiatan sosial.
c. Mediasi
Ada dua jenis mediasi, yaitu mediasi metakognitif dan mediasi kognitif. Mediasi metakognitif adalah penggunaan peranti-alat semiotik nan berniat buat melakukan regulasi diri, meliputi self planning, self-monitoring, self-checking, dan self-evaluating. Sementara itu mediasi kognitif merupakan penggunaan alat-alat kognitif untuk memecahkan ki kesulitan yang berkaitan dengan pengetahuan tertentu atau subject-domain problem serta berkaitan sekali lagi dengan konsep spontan (yang dapat pelecok) dan konsep ilmiah (yang bertambah terjamin kebenarannya).
Pendekatan psikologis kerumahtanggaan belajar dan pembelajaran yang ditokohi maka dari itu Piaget nan kemudian berkembang ke dalam distribusi konstruktivistik juga masih dirasakan kelemahannya. Teori ini bila dicermati ada beberapa aspek yang dipandang dapat menimbulkan implikasi kontraproduktif dalam kegiatan pembelajaran, karena bertambah mencerminkan ideologi
Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang memiliki antagonis keefektifan perumpamaan “lembaga atau konfigurasi”. Muslihat penglihatan Gestalt merupakan bahwa obyek alias peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut Koffka dan Kohler, ada sapta mandu organisasi yang terpenting ialah :
- Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); adalah menganggap bahwa setiap bidang pengamatan bisa dibagi dua yakni figure (bentuk) dan latar belakang. Kinerja suatu obyek seperti dimensi, rajangan, dandan dan sebagainya membedakan figure dari meres belakang. Bila figure dan latar berkarakter ambigu-samar, maka akan terjadi keredupan penafsiran antara parasan dan figure.
- Kekariban (proxmity); bahwa elemen-unsur yang ubah berdekatan (baik periode maupun ruang) kerumahtanggaan bidang pengamatan akan dipandang misal satu rangka tertentu.
- Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang mempunyai ekualitas menumpu akan dipandang sebagai suatu obyek yang ubah n kepunyaan.
- Sebelah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur rataan pengamatan nan berada dalam arah yang separas cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau kerangka tertentu.
- Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang memusat menata bidang pengamatannya tulangtulangan yang sederhana, kinerja reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan pertalian simetris dan keteraturan; dan
- Ketertutupan (closure) bahwa orang menumpu akan mengisi kekosongan suatu teladan obyek alias pengamatan yang lain lengkap.
Terdapat catur asumsi yang memedomani pandangan Gestalt, yaitu:
- Perilaku “Molar“ sebaiknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku “Molecular”. Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam bagan penegangan otot atau keluarnya kelenjar, sementara itu perilaku “Molar” merupakan perilaku n domestik keterkaitan dengan lingkungan asing. Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, dolan sepakbola adalah beberapa perilaku “Molar”. Perilaku “Molar” kian memiliki makna dibanding dengan perilaku “Molecular”.
- Hal yang utama n domestik mempelajari perilaku yaitu mengkhususkan antara lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan mileu behavioral merujuk plong sesuatu yang nampak. Misalnya, ancala yang nampak berbunga jauh seolah-olah sesuatu yang sani. (lingkungan behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan nan penuh dengan hutan yang baplang (lingkungan geografis).
- Organisme bukan mereaksi terhadap rangsangan domestik atau elemen atau suatu bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti : danuh, virgo, pisces, juja dan sebagainya ialah contoh dari mandu ini. Lengkap enggak, gumpalan awan terbantah seperti gunung atau binatang tertentu.
- Anugerah makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah yaitu satu proses nan dinamis dan enggak sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan merupakan suatu proses nan dinamis privat memberikan tafsiran terhadap rangsangan yang dipedulikan.
Tuntutan teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :
- Pengalaman tenung (insight); bahwa astrologi menjabat peranan yang penting n domestik perilaku. Privat proses pembelajaran, kiranya peserta didik memiliki kemampuan nujum yaitu kemampuan mengenal keterkaitan elemen-zarah intern suatu obyek atau keadaan.
- Pembelajaran nan signifikan (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur nan terkait akan membentur pembentukan tilikan internal proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan satu elemen akan bertambah efektif sesuatu yang dipelajari. Peristiwa ini dahulu penting dalam kegiatan penceraian masalah, khususnya internal identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari petatar didik semoga mempunyai makna nan jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
- Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku tertuju pada pamrih. Perilaku bukan hanya terjadi akibat gayutan stimulus-respons, tetapi suka-suka keterkaitannya dengan dengan tujuan nan ingin dicapai. Proses pembelajaran akan bepergian efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Maka dari itu karena itu, guru semoga menyadari pamrih seumpama arah aktivitas pengajaran dan membantu murid tuntun dalam memahami tujuannya.
- Prinsip ruang arwah (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana dia berada. Oleh karena itu, materi nan diajarkan seharusnya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
- Transfer privat Berlatih; yaitu pemindahan lengkap-abstrak perilaku privat situasi penelaahan tertentu ke situasi bukan. Menurut rukyah Gestalt, transfer sparing terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari satu konfigurasi dalam hal tertentu lakukan kemudian menaruh kerumahtanggaan situasi konfigurasi lain dalam pengelolaan-korespondensi yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip muslihat nan luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ganjaran-bilangan umum (generalisasi). Transfer sparing akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-mandu rahasia berpangkal satu permasalahan dan menemukan generalisasi bakal kemudian digunakan dalam tanggulang keburukan dalam situasi bukan. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat kontributif peserta pelihara bakal membereskan prinsip-prinsip kancing dari materi yang diajarkannya.
H.
TEORI BELAJAR KECERDASAN GANDA
Kecerdasan adalah suatu kemampuan lakukan memintasi masalah atau menghasilkan sesuatu yang dibutuhkan di dalam latar budaya tertentu. Seseorang dikatakan cerdas bila anda dapat memecahkan masalah yang dihadapi dalam hidupnya dan mampu menghasilkan sesuatu yang berharga atau berguna bagi dirinya maupun umat manusia. Howard Gardner memasyarakatkan hasil penelitiannya yang berkaitan dengan teori kepintaran ganda, yaitu teorinya tentang menghilangkan anggapan yang terserah selama ini akan halnya kepintaran orang. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tidak suka-suka satupun kegiatan manusia yang hanya memperalat satu macam kecerdasan, melainkan seluruh kecerdasan yang ada. Semua kecerdikan tersebut bermitra misal satu kesatuan yang utuh dan terpadu. Atak keterpaduannya karuan saja berlainan-beda pada masing-masing anak adam. Namun kecendekiaan tersebut dapat diubah dan ditingkatkan. Kecerdasan yang paling menonjol akan mengontrol kecerdikan-intelek lainnya dalam memecahkan masalah. Berikut ini sejumlah intelek manusia, yaitu:
- Kecerdasan verbal/Bahasa (oral linguistic intelligence)
- Kecerdasan logika/matematik (logical mathematical intelligence)
- Kecerdasan visual/ruang (visual/spatial intelligence)
- Kecerdasan badan/gerak jasad (body/kinesthic intelligence)
- Kecerdasan musical/ritmik (musical/rhythmic intelligence)
- Kecerdasan interpersonal (interpersonal intelligence)
- Kecerdikan intrapersonal (intrapersonal intelligence)
- Kecerdasan naturalis (naturalistic intelligence)
- Kecendekiaan spiritual (spiritualist intelligence)
- Kecerdikan eksistensial (exsistensialist intelligence)
Plong dasarnya semua orang memilki semua jenis kecerdasan di atas, namun karuan sahaja tidak semuanya berkembang atau dikembangkan pada janjang nan sama, sehingga enggak bisa digunakan secara efektif. Pada umumnya suatu kepintaran makin menonjol/lestari dari lega yang lain. Tetapi tak berarti bahwa peristiwa itu berwatak permanen/teguh. Di dalam diri manusia tersedia kemampuan lakukan mengaktifkan semua kecerdasan tersebut.
Para ahli kecerdasan sebelum Gardner cenderung memberikan impitan tehadap kecerdikan hanya terbatas lega aspek kognitif, sehingga basyar telah tereduksi menjadi sekedar suku cadang serebral. Gardner berbuat hal yang berlainan, beliau memandang hamba allah tak hanya sekedar onderdil kognitif sekadar suatu keseluruhan. Melintasi kepintaran ganda (multiple intelligence) ia berusaha menghindari adanya penghakiman terhadap manusia berbunga sudut pandang kecerdasan. Tidak ada anak adam nan adv amat cerdas dan tidak cerdas bagi seluruh aspek yang da pada dirinya. Nan suka-suka adalah ada manusia yang memilki kecerdasan panjang pada keseleo suatu kecerdasan yang dimilikinya.
Strategi pendedahan kecerdikan ganda betujuan agar semua potensi anak asuh dapat berkembang. Politik bawah pembelajarannya bisa dimulai dengan:
1. Membangunkan/memicu kecerdasan (awakening intelligence)
Yaitu upaya kerjakan mengaktifkan hidung dan menghidupkan kerja pencetus
2. Memperapat kecerdasan (amplifying intelligence)
Merupakan dengan prinsip memberi tutorial dan memperketat kemampuan menyadarkan kecerdasan
3. Mengajarkan dengan/bagi kecerdasan (teaching for with intelligence)
Yaitu upaya-upaya mengembangkan struktur pelajaran yang mengacu pada penggunaan kecerdasan individu
4. Mentransfer kecerdasan (transferring intelligence)
Yaitu manuver kerjakan memanfaatkan berbagai macam prinsip yang mutakadim dilatihkan di inferior untuk memahami realitas di asing kelas maupun plong lingkunga konkret
Padahal kegiatan-kegiatannya bisa dilakukan dengan cara menyempatkan penekanan tour, riwayat hidup, penelaahan teprogram, eksperimen, majalah dinding, serta mendaras buku-buku guna untuk meluaskan kecerdasan ganda. Upaya buat mengembangakan pelajar sendiri dapat maujud self monitoring dan konseling atau tutor seangkatan akan dulu efektif cak bagi mengembangkan kecerdasan ganda.
I. TEORI Pendedahan SOSIAL
Konsep motivasi belajar berkaitan erat dengan pendirian bahwa perilaku yang memperoleh penguatan(reinforcement) di masa lalu kian memiliki kemungkinan diulang dibandingkan dengan perilaku yang tidak memperoleh penstabilan atau perilaku yang terkena siksa (punishment). Dalam kenyataannya, ketimbang membahas konsep motivasi berlatih, penganut teori perilaku lebih memfokuskan pada seberapa jauh siswa telah sparing bikin mengamalkan pegangan sekolah dalam rang mendapatkan hasil yang diinginkan (Bandura, 1986 dan Wielkeiwicks, 1995).
J. TEORI BELAJAR SOSIAL
Kerumahtanggaan dekade terakhir, penganut teori konstruktivisme memperluas titik api tradisionalnya pada penerimaan spesial ke dimensi pembelajaran kolaboratif dan sosial. Konstruktivisme sosial bisa dipandang seumpama perpaduan antara aspek-aspek dari karya Piaget dengan karya Bruner dan karya Vyangotsky. Istilah Konstruktivisme komunal dikenalkan oleh Bryn Holmes di tahun 2001. Dalam model ini, “peserta lain sekadar mengikuti pembelajaran seperti halnya air mengalir melalui pilihan hanya membiarkan mereka membentuk dirinya.” Intern perkembangannya muncullah istilah Teori Belajar Sosial dari para pakar pendidikan. Pijakan mulanya teori membiasakan sosial merupakan bahwa insan membiasakan melalui pengamatannya terhadap perilaku orang bukan. Pakar yang paling banyak berbuat riset teori belajar sosial yaitu Albert Bandura dan Bernard Weiner.
Biarpun classical dan operant conditioning internal peristiwa-hal tertentu masih merupakan tipe terdahulu dari sparing, saja orang belajar tentang sebagian segara apa nan beliau ketahui melalui observasi (pengamatan). Membiasakan melangkahi pengamatan berbeda berpunca classical dan operant conditioning karena tidak membutuhkan pengalaman personal sederum dengan stimuli, penguatan kembali, maupun hukuman. Belajar melangkahi pengamatan secara sederhana mengikutsertakan pengamatan perilaku basyar bukan, nan disebut contoh, dan kemudian ki belajar perilaku kamil tersebut.
Baik anak-anak maupun orang dewasa belajar banyak keadaan berasal pengamatan dan artifisial (peniruan) ini. Anak taruna belajar bahasa, kelincahan sosial, kebiasaan, kengerian, dan banyak perilaku lain dengan menuduh orang tuanya ataupun momongan nan lebih dewasa. Banyak orang membiasakan akademik, atletik, dan keterampilan musik dengan mencamkan dan kemudian menirukan gueunya. Menurut psikolog Amerika Serikat kelahiran Kanada Albert Bandura, pelopor intern penajaman adapun belajar melalui pengamatan, tipe membiasakan ini memainkan peran yang bermakna dalam kronologi budi anak.
Bandura menemukan bukti bahwa belajar sifat-kebiasaan sebagai halnya keindustrian, keramahan, pengendalian diri, keagresivan, dan ketidak sabaran sebagian dari ki belajar ayah bunda, anggota keluarga lain, dan n antipoda-temannya.
K. TEORI Sparing VAN HIELE
Dalam penelaahan geometri terdapat teori berlatih yang dikemukakan maka dari itu van Hiele (1954) yang menguraikan tahap-tahap kronologi mental anak dalam geometri. van Hiele ialah sendiri temperatur bangsa Belanda yang mengadakan penelitiandalam pembelajaran geometri. Penelitian yang dilakukan van Hiele melahirkan sejumlah konklusi mengenai tahap-tahap perkembangan kognitif anak asuh intern mengerti geometri. van Hielemenyatakan bahwa terdapat 5 tahap pemahaman geometri yaitu: pengenalan, amatan, pengurutan, deduksi, dan kecermatan.
a) Tahap Visualisasi (Pengenalan)
Puas tingkat ini, siswa memandang sesuatu siuman ilmu ukur umpama suatu keseluruhan (holistic). Pada tingkat ini petatar belum memperhatikan komponen- suku cadang dari per bangun. Dengan demikian, meskipun pada tingkat ini murid sudah mengenal nama sesuatu siuman, petatar belum mencerca ciri-ciri dari pulang ingatan itu. Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa adv pernah suatu sadar bernama persegipanjang, saja ia belum menyadari ciri-ciri bangun persegipanjang tersebut.
b) Tahap Kajian (Deskriptif)
Plong tingkat ini petatar telah mengenal pulang ingatan-bangun geometri berdasarkan ciri- ciri berpangkal masing-masing bangun. Dengan pengenalan lain, pada tingkat ini siswa sudah terbiasa menganalisis putaran-episode yang ada pada satu pulang ingatan dan memperhatikan sifat-adat yang dimiliki oleh unsur-unsur tersebut. Bak contoh, puas tingkat ini peserta sudah bisa mengatakan bahwa suatu bangun merupakan persegipanjang karena bangun itu “memiliki empat sisi, sebelah-sebelah nan berhadapan sejajar, dan semua sudutnya belokan-siku.”
c) Tahap Deduksi Biasa (Pemijatan ataupun Relasional)
Pada tingkat ini, siswa mutakadim dapat memaklumi hubungan antar ciri yang suatu dengan ciri nan lain pada sesuatu bangun. Sebagai pola, pada tingkat ini murid sudah bisa mengatakan bahwa jika pada suatu segiempat sisi-sisi nan bersemuka seimbang, maka arah-sisi nan bertatap itu sama tangga. Di samping itu pada tingkat ini siswa sudah memahami pelunya definisi bikin tiap-tiap bangun. Pada tahap ini, petatar juga mutakadim bisa memahami hubungan antara bangun yang suatu dengan siuman yang bukan. Misalnya puas tingkat ini siswa sudah bisa memahami bahwa setiap persegi adalah juga persegipanjang, karena persegi juga memiliki ciri-ciri persegipanjang.
d) Tahap Deduksi
Pada tingkat ini (1) pesuluh sudah bisa mengambil kesimpulan secara deduktif, yakni meruntun kesimpulan dari peristiwa-situasi yang bersifat khusus, (2) peserta mampu mengarifi signifikansi-pengertian asal, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan terorema-teorema kerumahtanggaan geometri, dan (3) siswa sudah mulai kaya menyusun bukti-bukti secara formal. Ini berarti bahwa sreg tingkat ini siswa sudah memafhumi proses berpikir dalam-dalam nan bersifat deduktif-aksiomatis dan makmur menggunakan proses berpikir dalam-dalam tersebut.
Sebagai contoh untuk menunjukkan bahwa kuantitas sudut-kacamata dalam jajargenjang adalah 360° secara deduktif dibuktikan dengan menggunakan prinsip kesamaan. Pembuktian secara induktif yaitu dengan merancak sudut-sudut benda jajargenjang, kemudian sesudah itu ditunjukkan semua sudutnya membuat sudut satu episode penuh atau 360° belum tuntas dan belum pasti tepat. Seperti diketahui bahwa pengukuran itu pada dasarnya mencari angka yang paling kecil hampir dengan ukuran yang sebenarnya. Bintang sartan, kelihatannya saja dapat keliru dalam mengukur sudut- sudut jajargenjang tersebut. Untuk itu pembuktian secara deduktif yakni mandu nan tepat privat pembuktian lega matematika.
Anak plong tahap ini sudah lalu mengerti pentingnya peranan unsur-anasir yang lain didefinisikan, di samping unsur-unsur nan didefinisikan, aksioma atau problem, dan teorema. Anak pada tahap ini belum memahami kegunaan berasal suatu sistem deduktif. Maka itu karena itu, anak lega tahap ini belum dapat menjawab pertanyaan: “mengapa sesuatu itu perlu disajikan dalam rang teorema ataupun dalil?”
e) Tahap Akurasi (tingkat metamatematis atau keakuratan)
Pada tingkat ini anak mutakadim memahami sungguh pentingnya akurasi berpunca cara- kaidah pangkal nan melandasi suatu pembuktian. Sudah memahami kok sesuatu itu dijadikan postulat atau dalil. Dalam ilmu hitung kita tahu bahwa betapa pentingnya satu sistem deduktif. Tahap keakuratan adalah tahap terala dalam mencerna geometri.
Pada tahap ini memerlukan tahap berpikir yang obsesi dan susah, siswa berkecukupan melakukan penalaran secara formal tentang sistem-sistem ilmu hitung (termasuk sistem-sistem ilmu ukur), tanpa membutuhkan hipotetis-model yang substansial umpama acuan. Lega tingkat ini, pesuluh memahami bahwa dimungkinkan adanya kian berbunga satu geometri. Sebagai teladan, lega tingkat ini peserta menyadari bahwa jika riuk satu aksioma puas suatu sistem geometri diubah, maka seluruh ilmu ukur tersebut sekali lagi akan berubah. Sehingga, pada tahap ini pelajar sudah lalu memahami adanya geometri-ilmu ukur yang tak di samping geometri Euclides.
Selain mengutarakan akan halnya tahap-tahap perkembangan kognitif dalam memafhumi geometri, van Hiele juga mencadangkan bahwa terdapat tiga elemen yang utama pembelajaran geometri adalah waktu, materi pengajian pengkajian dan metode penyusun yang apabila dikelola secara terpadu boleh mengakibatkan meningkatnya kemampuan nanang momongan kepada tahap yang lebih tingkatan pecah tahap nan sebelumnya.
Menurut van Hiele, semua anak asuh mempelajari ilmu ukur dengan melalui tahap-tahap tersebut, dengan urutan yang selaras, dan enggak dimungkinkan adanya tingkat yang diloncati. Akan hanya, kapan seseorang siswa start memasuki suatu tingkat nan baru bukan selalu sejajar antara pelajar yang satu dengan murid yang tidak. Proses kronologi dari tahap yang suatu ke tahap berikutnya terutama tidak ditentukan maka itu vitalitas atau kedewasaan biologis, doang lebih gelimbir pada pengajaran mulai sejak temperatur dan proses belajar nan dilalui pesuluh. Bila dua orang yang n kepunyaan tahap berpikir berlainan satu setimpal lain, kemudian silih bertukar pikiran maka kedua individu tersebut enggak akan memafhumi.
Menurut van Hiele koteng anak nan berada puas tingkat yang lebih minus tidak mungkin dapat mengetahui atau memahami materi yang produktif sreg tingkat yang lebih tahapan dari anak tersebut. Kalaupun anak itu dipaksakan cak bagi memahaminya, anak itu baru dapat memahami melangkahi hafalan saja bukan melampaui pengertian. Adapun fase-fase penataran yang menunjukkan maksud sparing siswa dan peran guru dalam penataran dalam mencapai harapan itu. Fase-fase pendedahan tersebut adalah: 1) fase informasi, 2) fase aklimatisasi, 3) fase eksplisitasi, 4) fase aklimatisasi bebas, dan 5) fase integrasi.
Berpedoman hasil penelitian di beberapa negara, tangga dari van Hiele berfaedah untuk menggambarkan perkembangan konsep geometrik pesuluh mulai sejak SD sampai Institut.
Van de Walle (1990:270) membuat deskripsi aktivitas yang makin sederhana dibandingkan dengan deskripsi nan dibuat Crowley. Menurut Van de Walle aktivitas pembelajaran untuk sendirisendiri tiga tahap pertama yaitu:
a. Aktivitas tahap 0 (visualisasi)
Aktivitas siswa lega tahap ini antara lain:
1) Menyertakan pemanfaatan model fisik yang dapat digunakan untuk memanipulasi.
2) Melibatkan berbagai contoh bangun-bangun nan berjenis-jenis dan berbeda sehingga sifat nan tak relevan bisa diabaikan.
3) Melibatkan kegiatan mengidas, mengenali dan mendeskripsikan bermacam ragam bangun, dan
4) Menyempatkan kesempatan untuk membentuk, membentuk, menggambar, menyusun maupun menggunting sadar.
b. Aktivitas tahap 1 (amatan)
Aktivitas pesuluh sreg tahap ini antara tidak:
1) Menggunakan komplet-pola pada tahap 0, terutama eksemplar-model yang dapat digunakan cak bagi mendeskripsikan berbagai adat bangun.
2) Start lebih menfokuskan pada sifat-sifat bermula lega sekedar identifikasi
3) Mengklasifikasi bangun berpegang adat-sifatnya berdasarkan nama sadar tersebut.
4) Menggunakan pemecahan komplikasi yang mengikutsertakan sifat-sifat bangun.
c. Aktivitas tahap 2 (deduksi informal)
Aktivitas siswa puas tahap ini antara enggak:
1) Melanjutkan penggolongan model dengan fokus pada pendefinisian resan, membuat daftar resan dan mempertanyakan sifat yang wajib dan sepan untuk kondisi satu pulang ingatan atau konsep.
2) Memuat penggunaan bahasa yang bersifat deduktif informal, misalnya semua, satu, dan jika – maka, serta mengamati validitas konversi suatu perpautan.
3) Memperalat model dan buram andai sarana untuk nanang dan mulai mengejar rampatan alias kontra
L. TEORI Berlatih BERMAKNA
David Ausubel yaitu seorang ahli ilmu jiwa pendidikan. Ausubel membagi penekanan lega proses belajar nan berfaedah. Teori membiasakan Ausubel tenar dengan berlatih berguna dan pentingnya pengulangan sebelum belajar dimulai. Menurut Ausubel belajar dapat dikalifikasikan ke n domestik dua ukuran. Ukuran mula-mula berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran nan disajikan pada petatar melangkaui penerimaan maupun penemuan. Ukuran kedua menyangkut cara bagimana petatar boleh mengaitkan publikasi itu pada struktur kognitif yang sudah ada, yang menghampari fakta, konsep, dan generalisasi yang mutakadim dipelajari dan diingat maka dari itu siswa.
Lega tingkat pertama dalam berlatih, informasi dapat dikomunikasikan pada siswa baik dalam bentuk belajar penerimaan yang meladeni manifesto itu n domestik tulangtulangan final, ataupun dengan buram sparing penemuan yang mengharuskan peserta untuk menemukan sendiri sebagian alias seluruh materi yang akan diajarkan. Pada tingkat kedua, siswa menghubungkan alias mengaitkan kabar itu puas pengetahuan yang telah dimilikinya, dalam peristiwa ini terjadi membiasakan bermakna. Akan sahaja, siswa itu dapat juga tetapi mencoba-coba menghafalkan wara-wara mentah itu, tanpa menghubungkannya pada konsep-konsep yang mutakadim ada kerumahtanggaan struktur kognitifnya, privat kejadian ini terjadi belajar hafalan
Belajar bermakna merupakan satu proses dikaitkannya kabar baru sreg konsep-konsep nan relevan nan terletak dalam struktur kognitif seseorang. Dalam belajar bermakna informasi baru diasimilasikan pada subsume-subsume yang sudah terserah. Ausubel membedakan antara belajar menerima dengan belajar menemukan. Lega belajar menyepakati siswa namun mengamini, kaprikornus lewat menghapalkannya, sementara itu sreg belajar menemukan konsep ditemukan oleh peserta, kaprikornus siswa tidak menerima pelajaran serupa itu saja. Selain itu terdapat perbedaan antara berlatih menghafal dengan belajar bermakna, pada belajar menghapal siswa menghafalkan materi nan sudah diperolehnya, sedangkan sreg sparing berfaedah materi nan telah diperoleh itu dikembangkannya dengan situasi tidak sehingga belajarnya kian dimengerti.
Menurut Ausubel (dalam Dahar, 1988:116) prasyarat-prasyarat membiasakan berarti terserah dua sebagai berikut. (1) Materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial; kebermaknaan materi tergantung dua faktor, yakni materi harus memiliki kebermaknaan rasional dan gagasan-gagasan yang relevan harus terdapat dalam struktur kognitif petatar. (2) Siswa yang akan belajar harus bermaksud untuk melaksanakan belajar penting. Dengan demikian n kepunyaan kesiapan dan niat buat belajar bermakna.
Prinsip-prinsip internal teori belajar Ausubel (Teori Belajar Berarti)
Menurut Ausubel faktor yang paling penting yang mempengaruhi sparing adalah barang apa yang sudah diketahui pesuluh. Jadi mudahmudahan terjadi sparing bermakna, konsep baru alias informasi plonco harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang telah cak semau dalam struktur kognitif siswa. N domestik menerapkan teori Ausubel dalam mengajar, terletak konsep-konsep atau mandu-prinsip yang harus diperhatikan. Pendirian-prinsip tersebut yaitu:
a.Pengaturan Awal (advance organizer). Kekuasaan Awal menyasarkan para pelajar ke materi nan akan dipelajari dan mengingatkan siswa lega materi sebelumnya yang dapat digunakanm siswa dalam kontributif menyuntikkan pengetahuan baru.
b.Diferensiasi Progresif. Pengembangan konsep berlangsung paling kecil baik kalau unsur-unsur yang paling umum,minimum inklusif pecah suatu konsep diperkenalkan terklebih dahulu, dan kemudian barudiberikan hal-hal yang lebih mendetail dan lebih spesifik pecah konsep itu. Menurut Sulaiman (1988: 203) diferensiasi progresif adalah kaidah mengembangkan rahasia bahasan melalui presentasi bahan secara heirarkhis sehingga setiap bagian dapat dipelajari secara terpisah dari suatu kesatuan yang besar.
c. Belajar Superordinat. Selama publikasi diterima dan diasosiasikan dengan konsep intern struktur kognitif (subsumsi), konsep itu merecup dan mengalami diferensiasi. Belajar superordinat dapat terjadi apabila konsep-konsep nan telah dipelajari sebelumnya dikenal sebagai unsur-unsur mulai sejak suatu konsep nan lebih luas, lebih inklusif.
d. Penyesuaian Integratif (Harmonisasi Integratif). Mengajar bukan sekadar elus menurut diferensiasi progresif yang diperhatikan, melainkan juga harus diperlihatkan bagaimana konsep-konsepbaru dihubungkan pada konsep- konsep superordinat. Guru harus memperlihatkan secara eksplisit bagaimana kepentingan-faedah bau kencur dibandingkan dan dipertentangkan dengan arti-faedah sebelumnya yang lebih sempit, dan bagimana konsep-konsep yang tingkatannya bertambah tataran sekarang mencuil arti hijau.
Penerapan Teori Ausubel (Teori Belajar Bermakna)
dalam Pembelajaran
Untuk menerapkan teori Ausubel dalam penelaahan, Dadang Sulaiman (1988) menyarankan agar menunggangi dua fase, yakni fase perencanaan dan fase pelaksanaan. Fase perencanaan terdiri dari menetapkan tujuan pembelajaran, mendiagnosis latar pinggul pemberitaan siswa, takhlik struktur materi dan memformulasikan pengaturan semula. Sedangkan fase pelaksanaan dalam pemebelajaran terdiri bersumber kekuasaan tadinya, diferensiasi progresif, dan rekonsiliasi integratif.
Daftar Bacaan
Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosda Karya Muda.
H, Djali. 2007. Ilmu jiwa Pendidikan. Jakarta: Dunia Abc.
M, Dalyono. 1997. Ilmu jiwa Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Muhibin, Paduka. 2002. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Bau kencur. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sumanto, Wasty. 2006. Psikologi Pendidikan Lingkaran Kerja Pemimpin Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Source: https://ainamulyana.blogspot.com/2015/12/mengenal-berbagai-jenis-teori-belajar.html