Ilmu Tajwid Adalah Ilmu Yang Mempelajari Tentang

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Mus’haf Al Tajwid, Al-Qur’an dengan huruf yang diwarnai sesuai syariat tajwid.

Tajwid
(bahasa Arab:
تجويد,

translit.



tajwīd

‎) secara harfiah berharga mengerjakan sesuatu dengan rupawan dan indah atau bagus dan membaguskan,[1]
tajwid berasal berusul alas kata
jawwada
(جوّد-يجوّد-تجويدا) dalam bahasa Arab. Dalam ilmu Qiraah, tajwid berarti melepaskan abjad dari tempatnya dengan mengasihkan sifat-sifat yang dimilikinya. Jadi ilmu tajwid adalah suatu aji-aji nan mempelajari bagaimana cara membunyikan atau menitahkan aksara-abc nan terdapat dalam kitab suci Al-Qur’an maupun lain.

Tentang masalah-masalah yang dikemukakan dalam ilmu ini yaitu
makharijul fonem
(ajang keluar-ikut huruf),[2]
shifatul huruf
(cara pengucapan lambang bunyi),
ahkamul leter
(hubungan antar huruf),
ahkamul maddi wal qasr
(tinggi dan pendek bacot),
ahkamul waqaf wal ibtida’
(memulai dan menghentikan teks), dan
al-Khat al-Utsmani.

Pengertian lain dari ilmu tajwid ialah menyampaikan dengan sepenuhnya dan lengkap bersumber tiap-tiap bacaan ayat Al-Qur’an. Para ulama menyatakan bahwa hukum bakal mempelajari tajwid itu adalah fardu kifayah tetapi mengamalkan tajwid ketika mendaras Al-Qur’an adalah fardu ain ataupun wajib kepada lelaki dan perempuan yang mukalaf atau dewasa.

Dalil tentang tajwid

[sunting
|
sunting sumber]

Mengenai dalil dalil yang mewajibkan membaca Al-Qur’an dengan tajwid antara lain:

  1. ada pun dalil nan pertama diambil terbit Al-Qur’an. Allah swt bercakap yang artinya “Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan/tartil (bertajwid)” [QS:Al-Muzzammil (73): 4]. Ayat ini jelas menunjukkan bahwa Yang mahakuasa SWT memerintahkan Nabi Muhammad bagi membaca Al-Qur’an nan diturunkan kepadanya dengan tartil, ialah memperindah pengujaran setiap huruf-hurufnya (bertajwid).
  2. nan kedua dalil as sunah (hadis). Dalam hadis nan diriwayatkan dari Ummu Salamah r.a. (istri Nabi S.A.W.), ketika kamu ditanya adapun bagaiman pustaka dan salat Rasulullah S.A.W., maka beliau menjawab: “Ketahuilah bahwa Baginda S.A.W. salat kemudian tidur yang lamanya sama seperti ketika dia salat tadi, kemudian Baginda lagi salat nan lamanya sama seperti ketika dia tidur tadi, kemudian tidur kembali yang lamanya seimbang seperti mana ketika dia salat tadi hingga menjelang shubuh. Kemudian engkau (Ummu Salamah) mencontohkan cara bacaan Rasulullah S.A.W. dengan menunjukkan (satu) bacaan yang menjelaskan (ucapan) leter-hurufnya satu persatu.” (Hadis 2847 Jamik At-Tirmizi).
  3. yang ketiga adalah dalil ijma ulama. Sudah lalu sepakat para ulama dari zaman Rasulullah sampai zaman sekarang, bahwa membaca Al-Qur’an dengan bertajwid adalah sesuatu yang fardu dan wajib.

Hukum taawuz dan basmalah

[sunting
|
sunting sumber]

Istiazah atau taawuz (تعوذ) yakni lafaz: “A’uzubillahi minasy syaitaanir rajiim” (ﺍﻋﻮﺬ ﺑﺎﻟﻠﻪ ﻣﻦ الشيطان ﺍﻟﺮﺟﻴﻢ).

Manakala basmalah yakni lafaz: “Bismillahir rahmaanir rahiim” (ﺑﺴﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺮﺤﻤﻦ ﺍﻟﺮﺤﻴﻢ).

Terdapat empat cara membaca istiazah, basmalah, dan salinan:

  1. mengemudiankan istiazah (nangkring) kemudian baru membaca basmalah,
  2. menyambungkan basmalah dengan surah tanpa berhenti,
  3. membaca istiazah dan basmalah terus-menerus minus henti,
  4. membaca istiazah, basmalah, dan semula kopi terus-menerus tanpa nangkring.

Terwalak empat cara membaca basmalah di antara dua kopi. Tiga daripadanya yakni harus dan satu lagi adalah tidak harus. Yang harus ialah:

  1. memisahkan basmalah dengan surat,
  2. menghubungkan basmalah dengan awal surat,
  3. mencantumkan kesemuanya.

Pustaka bagi nan tidak harus pula yakni:

  1. menghubungkan akhir surat dengan basmalah dulu mengetem. Kemudian, barulah membaca surat yang lebih jauh tanpa basmalah. Walau bagaimanapun, tidak harus membaca demikian karena ditakuti bahwa ada nan menganggap basmalah adalah salah satu ayat daripada surat yang sebelumnya.

Syariat mim sirep

[sunting
|
sunting sumber]

Hukum mim mati merupakan salah satu tajwid yang terletak dalam Al-Qur’an. Syariat ini berlaku jika mim mati berlanggar abjad-huruf tertentu.

Hukum mim dan nun tasydid

[sunting
|
sunting sumber]

Hukum mim dan nun tasydid lagi disebut perumpamaan
wajibal ghunnah
(ﻭﺍﺟﺐ ﺍﻟﻐﻨﻪ) yang bermakna bahwa pembaca mesti untuk mendengungkan bacaan. Maka jelaslah yang wacana cak bagi kedua-duanya adalah didengungkan. Hukum ini berlaku bagi setiap huruf mim dan nun yang punya keunggulan syadda atau bertasydid (ﻡّ
dan
نّ).

Contoh:
ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺠِﻨﱠﺔ ﻭَﺍﻟﻨﱠﺎﺱِ

Hukum alif lam makrifah

[sunting
|
sunting sumber]

Alif lam makrifah adalah dua huruf yang ditambah pada pangkal/awal dari kata yang signifikan
nama
alias
isim. Terwalak dua jenis alif lam makrifah yaitu
kamariah
dan
syamsiah.

Alif lam kamariah
merupakan lam yang diikuti oleh 14 lambang bunyi hijaiah, seperti mana: alif/hamzah (ء), ba’ (ب), jim (ج), ha’ (ح), kha’ (خ), ‘ain (ع), ghain (غ), fa’ (ف), qaf (ق), kaf (ك), mim (م), wau (و), ha’ (), dan ya’ (ي). Hukum alif lam kamariah diambil dari bahasa Arab yaitu
al-qamar
(ﺍﻟﻘﻤﺮ) nan artinya adalah wulan. Maka itu, cara membaca alif lam ini adalah dibacakan secara jelas minus meleburkan bacaannya.

Alif lam syamsiah
ialah lam nan diikuti maka itu 14 huruf hijaiah seperti: ta’ (ت), tha’ (ث), dal (د), dzal (ذ), ra’ (ر), zai (ز), sin (س), syin (ش), sod (ص), dhod (ض), tho (ط), zho (ظ), lam (ل), dan nun (ن). Jenama
asy-syamsiah
diambil dari bahasa Arab (ﺍﻟﺸﻤﺴﻴﻪ) yang artinya adalah surya. Oleh, kaidah membaca alif lam ini bukan dibacakan melainkan dileburkan kepada lambang bunyi setelahnya.

Hukum idgham

[sunting
|
sunting sendang]

Idgham
(ﺇﺩﻏﺎﻡ) adalah berpadu atau bercampur antara dua huruf atau memasukkan satu huruf ke dalam huruf nan lain. Maka terbit itu, teks idgham harus dilafazkan dengan cara meleburkan satu huruf kepada huruf setelahnya. Terletak tiga variasi idgham:

  1. Idgham mutamathilain
    (ﺇﺩﻏﺎﻡ ﻣﺘﻤﺎﺛﻠﻴﻦ
    – yang serupa) merupakan pertemuan antara dua leter yang sama kebiasaan dan makhrajnya (wadah keluarnya) dal bertemu dal dan sebagainya. Hukum adalah wajib diidghamkan. Ideal:
    ﻗَﺪ ﺩَﺨَﻠُﻮاْ
  2. Idgham mutaqaribain
    (ﺇﺩﻏﺎﻡ ﻣﺘﻘﺎﺭﺑﻴﻦ
    – yang intim) ialah persuaan dua huruf nan sifat dan makhrajnya erat sama, seperti ba’ bertemu mim, qaf bertemu kaf dan tha’ bersabung dzal. Cermin:
    ﻧَﺨْﻠُﻘڪُﻢْ
  3. Idgham mutajanisain
    (ﺇﺩﻏﺎﻡ ﻣﺘﺠﺎﻧﺴﻴﻦ
    – yang seikhwan) merupakan persuaan antara dua huruf yang proporsional makhrajnya namun tidak sama sifatnya sebagai halnya ta’ dan tha, lam dan ra’ serta dzal dan zha. Kamil:
    ﻗُﻞ ﺭَﺏﱢ

Hukum mad

[sunting
|
sunting sumber]

Mad
berarti melanjutkan atau melebihkan. Dari segi istilah jamhur tajwid dan ahli bacaan, mad penting memanjangkan suara dengan lanjutan menurut kedudukan salah satu dari lambang bunyi mad. Terwalak dua adegan mad, yaitu mad asli dan mad far’i. Terwalak tiga abjad mad ialah alif, wau, dan ya’ dan huruf tersebut haruslah berbaris antap ataupun saktah. Panjang pendek kata bacaan mad diukur dengan memperalat harakat.


Hukum ra’

[sunting
|
sunting sumur]

Hukum ra’ adalah hukum bagaimana membunyikan huruf ra’ dalam pustaka. Terdapat tiga cara yaitu kasar atau baplang, kecil-kecil maupun tipis, atau harus dikasarkan dan ditipiskan.

Bacaan ra’ harus ditebalkan (tafkhim) apabila:

  • Setiap ra’ yang berharakat atas alias fathah.
Ideal:
ﺭَﺑﱢﻨَﺎ
  • Setiap ra’ yang berarak nyenyat maupun berharakat sukun dan huruf sebelumnya berbaris atas atau fathah.
Contoh:
ﻭَﺍﻻَﺭْﺽ
  • Ra’ berbaris sepi nan fonem sebelumnya berbanjar pangkal atau kasrah.
Kamil:
ٱﺭْﺟِﻌُﻮْﺍ
  • Ra’ berjejer mati dan sebelumnya huruf yang berbaris bawah atau kasrah belaka ra’ tadi berjumpa dengan leter isti’la’.
Paradigma:
ﻣِﺮْﺻَﺎﺪ

Bacaan ra’ yang ditipiskan (tarqiq) adalah apabila:

  • Setiap ra’ nan berbaris bawah atau kasrah.
Transendental:
ﺭِﺟَﺎﻝٌ
  • Setiap ra’ yang sebelumnya terdapat mad
    bukan.
Contoh:
ﺧَﻴْﺮٌ
  • Ra’ mati nan sebelumnya pun leter berbaris bawah atau kasrah hanya tidak berjumpa dengan huruf isti’la’.
Hipotetis:
ﻓِﺮْﻋَﻮﻦَ

Referensi ra’ yang harus ditebalkan (tafkhim) dan ditipiskan (tarqiq) adalah apabila setiap ra’ nan berbaris antap yang leter sebelumnya berbaris asal dan kemudian berjumpa dengan keseleo satu huruf isti’la’.

Abstrak:
ﻓِﺮْﻕ

Isti’la’
(ﺍﺳﺘﻌﻼ ﺀ): terdapat sapta leter adalah kha (خ), ghain (غ), shad (ص), dhad (ض), tha (ط), qaf (ق), dan zha (ظ).

Kalkalah

[sunting
|
sunting sumber]

Kalkalah
(ﻗﻠﻘﻠﻪ) adalah bacaan pada abjad-huruf kalkalah dengan obstulen seakan-akan berdetik atau memantul. Fonem kalkalah ada lima yaitu qaf (ق), tha (ط), ba’ (ب), jim (ج), dan dal (د). Kalkalah terbagi menjadi dua spesies:

  • Kalkalah kecil adalah apabila keseleo satu daripada huruf kalkalah itu berlarik antap dan baris matinya yakni asli karena harakat sukun dan bukan karena wakaf.
Contoh:
ﻴَﻄْﻤَﻌُﻮﻥَ,
ﻴَﺪْﻋُﻮﻥَ
  • Kalkalah osean yaitu apabila salah satu ketimbang huruf kalkalah itu dimatikan karena wakaf atau nangkring. Intern hal ini, kalkalah dilakukan apabila bacaan diwakafkan semata-mata lain dikalkalahkan apabila referensi diteruskan.
Contoh:
ٱﻟْﻔَﻟَﻖِ,
ﻋَﻟَﻖٍ

Makhraj huruf

[sunting
|
sunting sumber]

Kebiasaan huruf

[sunting
|
sunting sumber]

Wakaf

[sunting
|
sunting sumber]

Wakaf pecah sudut bahasa ialah nongkrong alias menahan, manakala dari tesmak istilah tajwid ialah menghentikan bacaan sejenak dengan mengemudiankan suara miring di pengunci tuturan cak bagi bernapas dengan niat cak hendak menyambungkan kembali pustaka. Terwalak empat jenis wakaf ialah:

  • ﺗﺂﻡّ
    (taamm) – wakaf teladan – adalah mewakafkan atau memberhentikan lega suatu bacaan yang dibaca secara transendental, tidak mengakhirkan di tengah-perdua ayat atau bacaan, dan tidak memengaruhi kelebihan dan makna dari bacaan karena tidak memiliki kaitan dengan bacaan atau ayat yang sebelumnya maupun nan sesudahnya;
  • ﻛﺎﻒ
    (kaaf) – wakaf cukup – yakni mewakafkan atau menempohkan pada suatu bacaan secara contoh, lain memutuskan di paruh-perdua ayat atau bacaan, tetapi ayat tersebut masih berkaitan makna dan kebaikan pecah ayat sesudahnya;
  • ﺣﺴﻦ
    (Hasan) – wakaf baik – yaitu mewakafkan teks atau ayat tanpa memengaruhi makna atau arti, sekadar bacaan tersebut masih berkaitan dengan wacana sesudahnya;
  • ﻗﺒﻴﺢ
    (Qabiih) – wakaf buruk – merupakan mewakafkan atau memberhentikan teks secara tidak sempurna atau menempohkan teks di tengah-perdua ayat, wakaf ini harus dihindari karena wacana nan diwakafkan masih berkaitan lafaz dan maknanya dengan bacaan nan lain.

Pertanda wakaf

[sunting
|
sunting sendang]

  1. Tera mim (

    مـ

    ) disebut juga dengan Wakaf Lazim, yaitu berhenti di penghabisan kalimat ideal. Wakaf Lazim disebut juga Wakaf Taamm (sempurna) karena wakaf terjadi setelah kalimat abstrak dan bukan ada kaitan lagi dengan kalimat sesudahnya. Merek mim (

    م

    ), n kepunyaan kemiripan dengan tanda tajwid
    iqlab, saja sangat jauh berbeda dengan fungsi dan maksudnya;
  2. tanda tho (



    ) adalah label Wakaf Mutlaq dan
    haruslah nangkring.
  3. tanda jim (



    ) adalah Wakaf Jaiz.
    Lebih baik nangkring
    seketika di sini walaupun diperbolehkan juga bikin tidak berhenti.
  4. tanda zha (



    ) berniat lebih baik
    tidak mengetem;
  5. nama sad (



    ) disebut juga dengan Wakaf Murakhkhas, menunjukkan bahwa lebih baik lakukan
    tidak memangkal
    namun diperbolehkan nangkring detik darurat sonder mengubah makna. Perbedaan antara hukum tanda zha dan sad adalah pada fungsinya, intern kata enggak lebih diperbolehkan berhenti plong wakaf sad;
  6. tanda sad-lam-ya’ (

    ﺻﻠﮯ

    ) merupakan singkatan bermula “Al-washl Awlaa” yang bermakna “wasal atau menyinambungkan bacaan adalah lebih baik”, maka dari itu
    meneruskan
    bacaan minus mewakafkannya adalah lebih baik;
  7. tanda qaf (



    ) merupakan singkatan berasal “Qiila alayhil waqf” yang penting “telah dinyatakan dapat berhenti puas wakaf sebelumnya”, makanya
    lebih baik menyinambungkan
    bacaan biarpun boleh diwakafkan;
  8. tanda sad-lam (

    ﺼﻞ

    ) yakni akronim dari “Qad yuushalu” yang bermakna “kadang kala boleh diwasalkan“, maka pecah itu
    makin baik berhenti
    walau kadang kala boleh diwasalkan;
  9. tanda Qif (

    ﻗﻴﻒ

    ) berniat
    berhenti!
    yakni kian diutamakan buat berhenti. Tanda tersebut biasanya muncul pada kalimat yang rata-rata pembaca akan meneruskannya tanpa berhenti;
  10. merek sin (

    س

    ) atau merek Saktah (

    ﺳﮑﺘﻪ

    ) melambangkan
    berhenti seketika tanpa menjeput napas. Dengan kata lain, pembaca haruslah berhenti mendadak tanpa menjumut napas baru untuk meneruskan teks;
  11. tanda Waqfah (

    ﻭﻗﻔﻪ

    ) bertujuan sama seperti wakaf saktah (

    ﺳﮑﺘﻪ

    ), tetapi harus
    berhenti bertambah lama sonder mencuil napas;
  12. tanda Laa (



    ) berniat “Jangan berhenti!“. Label ini unjuk kadang-kala plong penghujung mahupun pertengahan ayat. Jika beliau muncul di pertengahan ayat, maka tidak dibenarkan bikin berhenti dan sekiranya berada di penghujung ayat, pembaca tersebut boleh berhenti maupun bukan;
  13. tanda kaf (



    ) merupakan singkatan dari “Kadzaalik” nan signifikan “serupa”. Dengan perkenalan awal lain, makna terbit wakaf ini serupa dengan wakaf yang sebelumnya muncul;
  14. tera bertitik tiga (
    ... ...
    ) yang disebut andai Wakaf Muraqabah maupun Wakaf Ta’anuq (Terikat). Wakaf ini akan muncul sebanyak dua kelihatannya di mana-mana tetapi dan pendirian membacanya merupakan
    harus berhenti di salah satu tanda
    tersebut. Takdirnya sudah berhenti puas tanda mula-mula, tidak teradat cak jongkok pada tanda kedua dan sebaliknya.

Lihat pun

[sunting
|
sunting sumber]

  • Fathah
  • Kasrah
  • Dammah
  • Sukun
  • Syaddah
  • Wasal
  • Harakat
  • Huruf syamsiah dan kamariah

Referensi

[sunting
|
sunting sumur]


  1. ^

    Aset tajwid

  2. ^


    “Makhorijul Huruf Arab Hijaiyyah”. Diarsipkan dari versi ceria tanggal 2022-07-24. Diakses terlepas
    2012-07-20
    .




“Makhorijul Huruf Arab Hijaiyyah”. Diarsipkan terbit versi jati tanggal 2022-07-24. Diakses tanggal 2022-07-20.



Source: https://id.wikipedia.org/wiki/Tajwid




banner

×