Dialog Antar Umat Beragama Pelajaran Agama Katolik
Ada banyak faktor nan memengaruhi insan berinteraksi, riuk satunya agama. Telah bertahan majemuk macam agama yang dianut oleh bani adam di dunia ini selama sejarah. Otoritas agama dalam interaksi antar makhluk terlihat ketika sendirisendiri pemeluknya mempertahankan keimanan bahwa agamanya yang paling ter-hormat. Bahwa penganut agama lain ialah orang sesat yang teristiadat disadarkan akan kebenaran yang sejati dan sayangnya itu tak terik berunsur kekerasan. Agama kemudian dianggap misal sesuatu yang membawa andil kehancuran dan kerusakan.
Contoh kasatmata tindakan kekerasan atas keunggulan agama boleh kita tatap melalui ISIS
(Islamic State of Iraq and Syria), suatu kelompok Selam tajam yang berusaha menumpas semua makhluk yang lain memeluk agama Islam sufi dan orang nan tidak seideologi dengan mereka. Pengaruh ISIS bukan namun terserah di Suriah tetapi mutakadim masuk ke Indonesia, sampai-sampai dilaporkan bahwa sejumlah WNI telah menginjak ke Suriah bakal menjadi simpatisan ISIS.
Selain itu, pada September 2022 terjadi pembunuhan 60 khalayak (terdiri dari mayoritas orang Muslim) maka itu seorang pemeluk agama Hindu. Tanggal 19 Januari 2022, banyak kondominium milik umat Islam dibakar oleh umat Hindu. Peristiwa pemusnahan di India oleh umat Hindu ini juga didorong maka itu motivasi membela agama dan gorok individu nan enggak sepaham dengan umat Hindu.
Photo by Pawel Janiak on Unsplash
Terserah juga diskriminasi nan dilakukan maka itu basyar Masehi misal mayoritas kepada pemeluk agama bukan di Indonesia Timur. Mereka cenderung mempersulit proses mengelola izin pendirian masjid. Ketika cak semau sosok pemeluk agama lain yang mau melamar kerja kembali cenderung diberikan posisi nan lebih minus dibandingkan sesama pemeluk agama Kristen/Katolik.
Adanya banyak tindak kekerasan yang dilakukan atas jenama agama membuat Sam Harris menyatakan bahwa saat seseorang memiliki iman yang aktif maka dia bisa mengamalkan peristiwa yang berkepribadian merusak. Iman yang aktif artinya menganggap bahwa agamanya minimum etis dan semua anak adam di asing agamanya adalah orang-orang yang murtad yang enggak mengikuti apa yang Halikuljabbar sejati itu perintahkan. Sosok-orang murtad tersebut pantas untuk dibinasakan. Setiap agama memiliki anggota yang memiliki iman yang aktif ini. Agama tidak pula sarana untuk mengenal Tuhan dan hidup sesuai dengan yang Allah mau sehingga tatanan dunia berjalan dengan baik.
Kemungkinan terjadinya konflik dan kesalahpahaman semakin besar n domestik satu daerah yang ditinggali umat semenjak agama berbeda. Maka dialog lintas agama nan sehat, yang didasari oleh kekejian hati cak bagi kepingin mendengarkan menjadi sebuah kebutuhan demi menciptakan pemahaman, toleransi, sekaligus menjadi wadah bertukar manah untuk perpautan nan baik tanpa kecurigaan atau prasangka.
Dalam Matius 5:45-48, Bapa di surga menerbitkan surya lakukan orang yang jahat dan orang yang baik. Ia kembali menaruh hujan abu bagi orang benar dan sosok tak bersusila. Kita pula dalam berelasi harus meneladani Bapa kita yaitu dengan mengasihi semua orang. Tanpa memandang suku, ras, agama. Semua bani adam yakni sesama kita, kendatipun tentu ada perbedaan. Pengikut Yesus nan teguh dapat menghargai setiap persuasi dari penyanjung agama lain dalam berburu keabsahan dan keselamatan. Pengikut Yesus dapat hidup berapit tak perumpamaan turunan asing atau lebih lagi musuh, melainkan sebagai sesama bani adam yang semangat dari sang Sumber Hidup nan sekufu. Dengan kondisi relasi antar-umat beragama nan sedang bukan kondusif seperti ketika ini, kita diundang lakukan berinisiatif menjalin asosiasi nan baik.
Photo by Obed Hernández on Unsplash
Rasul Paulus privat kitab Roma 12:18 menyatakan sesanggup-dapatnya, sekiranya hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang. Jadi marilah mulai perdamaian itu dengan membangun dialog. Dialog bukan tempat mencerca. Dialog bukan panggung membuktikan kelihatannya yang benar dan bisa jadi yang riuk. Dialog yakni wadah dimana umat lintas agama sparing mengenai suatu sam alain dan berkomunikasi kerumahtanggaan keterbukaan. Berikut beberapa peristiwa yang perlu disiapkan sebelum melakukan dialog.
1. Pemahaman mengenai asal usul terbentuknya agama-agama
Natur manusia yang berdosa membuat manusia sulit sekali mengakuri wahyu khusus privat Yesus Kristus. Lebih-lebih sejak basyar jatuh kerumahtanggaan dosa, manusia cenderung menciptakan allahnya sendiri yang sesuai dengan keinginannya koteng karena detik manusia terban intern dosa, benih ilahi tersebut masih ada kendatipun natur hamba allah menjadi rusak. Kesudahannya, tercipta berjenis-jenis agama di dalam dunia ini. Namun, manusia menyadari suka-suka Halikuljabbar dan mengejar Allah hanya dari wahyu umum. Dalam agama-agama terdapat semua validitas yang berasal dari tanzil umum.
Agama-agama terbentuk akibat adanya sperma ilahi yang takhlik anak adam berpikir mengenai eksistensi khalayak dan kehadiran sesuatu yang makin strata semenjak manusia. Namun pikiran manusia telah dirusak maka itu dosa sehingga cenderung mendistorsi kebenaran. Herman Bavinck pun mendefenisikan agama andai:
“the way in which man experience the deepest existential relations and gives expressions to this experience.”
Walaupun demikian, kita teristiadat berdialog dengan penganut agama bukan tanpa menyalahkan atau menghakimi. Setiap pemeluk agama teristiadat memiliki kebebasan untuk diyakinkan oleh pemeluk agama yang bukan.
Photo by Josh Applegate on Unsplash
2. Menentukan sikap
“Readiness for frank and searching discussion . . . with those outside the church’who are’ of different cultures and traditions.”[1] Dalam dialog perlu adanya keberadaan semenjak dua belah pihak yang farik agama bagi mendengarkan segala yang dikatakan akan halnya agama enggak. Dialog akan bermakna jika setiap pihak dapat membentangkan keyakinan berpunca agama masing-masing, tidak keberatan-keberatan bermula pihaknya. Kerumahtanggaan berdialog selayaknya cucu adam sedang menampilkan apa nan terserah dalam pikirannya mengenai konsep teologi. Prasuposisi yang sudah lalu ada dalam pejabat seseorang akan disampaikan ketika berdialog dengan penganut agama lain yang juga sudah memiliki prasuposisi yang takhlik kaidah beliau melihat segala sesuatu (worldview). Agama-agama lain setia mengandung kebenaran cuma validitas intern agama-agama non-Kristen tidak menyelamatkan. Sebenarnya gereja tidak bisa hidup tanpa agama-agama lain, begitu pula sebaliknya karena gereja masih hidup di dunia bersama dengan pemeluk agama lain di marcapada.
3. Adanya pembedaan antara percakapan mengenai kebenaran dan keselamatan privat perumusan konsep dialog
Sering kali dialog antar-umat beragama menjadi ruwet karena tidak dibedakan mengenai kebenaran dan keselamatan. Suatu pihak merasa bahwa agama lain salah total sehingga dianggap sebagai sesat. Hal ini menyebabkan terjadinya iklim permusuhan dalam dialog. Semua pihak tetap harus memercayai bahwa klaim agamanya yang paling sopan supaya ada kerapatan dalam berdialog, saja membawa keterbukaan bikin mendengarkan dan mau memahami. Malar-malar sekiranya diperhatikan, sebenarnya terdapat konsep kebenaran yang mirip antara Kristen dan agama lain. Misalnya konsep monoteisme agama Kristen juga terdapat dalam agama Yahudi dan Islam. Akhirnya kulur kebingungan dalam mengambil sikap intern berdialog. Oleh karena itu, privat dialog perlu dibedakan pula percakapan mengenai keselamatan dan validitas sehingga terjadilah dialog nan lain membingungkan dalam mengambil sikap.
Photo by Gradika on Unsplash
4. Adanya kesaksian mengenai ilmu agama dari tiap-tiap agama
Setiap pemeluk agama harus memiliki integritas kerumahtanggaan menampilkan pandangan teologi saban. Saat seorang penyanjung agama menyampaikan mengenai teologi kepada penganut agama nan lain, beliau mesti berhati-hati mengutarakan inti ilmu agama karena teologi pasti dipengaruhi budaya. Seorang yang berdialog mesti memahami validitas dalam agamanya. Ketika penganut agama lain mempersoalkan kebenaran agamanya, maka anda boleh menjawab dan menjelaskan. Ia pun dapat konsisten memegang teguh ajaran agamanya. Kalau ia seorang goyah, malah dapat menimbulkan kebingungan pada penganut agama bukan.
5. Dialog dapat dilakukan pron bila doang umat lintas agama hadir
Dialog tidak terbiasa diadakan n domestik forum umat bergama yang formal atau diagendakan eksklusif. Kapan saja ada umat farik agama bertemu maka dialog antar-agama dapat dilakukan, pun dalam interaksi keseharian.
6. Kognisi adanya dorongan rangkaian mutual yang didasari oleh tujuan yang sama yaitu bikin menciptakan keadilan, magfirah dan rukun
Bakal dapat memberi dampak cak bagi awam, penganut agama Masehi teradat memiliki nasib rohani yang bersalur. Penganut Serani wajib memiliki relasi yang intim dengan Tuhan dan persekutuan nan erat privat gereja sebelum berdialog karena berhadapan dengan penyembah agama lain.
Photo by Ben Duchac on Unsplash
Matius 5:9 berbunyi demikian, “Berbahagialah hamba allah nan membawa berdamai, karena mereka akan disebut anak asuh-anak Allah.” Biarlah kita menghidupi identitas kita andai anak-anak Allah dengan menyatakan damai di sekitar kita. Mari kita bersama memulai diaolog antar-umat beragama yang dengannya kita menyemai benih perdamaian.
Almalik Menganugerahi.
Refrensi:
1] Lesslie Newbigin,
Bearing Witness of the Kehidupan: Lesslie Newbigin’s Theology of Cultural Plurality
(Grand Rapids: Eerdmans, 1998) 216.
Source: https://ignitegki.com/article/99-dialog-antar-umat-beragama-mengapa-perlu-dan-bagaimana-caranya